CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Bankir ingin BI didik nasabah soal SBDK


Jumat, 11 Februari 2011 / 10:39 WIB
Bankir ingin BI didik nasabah soal SBDK


Reporter: Wahyu Satriani |

JAKARTA. Pasrah. Begitulah sikap para bankir menyikapi Surat Edaran Bank Indonesia (BI) tentang transparansi informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) atau prime lending rate.

Meski bankir berkali-kali menyatakan keberatan, bank sentral tak peduli. Regulator tetap mewajibkan bank melaporkan SBDK mereka dan mengumumkannya ke publik mulai akhir Maret mendatang.

Para bankir berharap, BI rajin mengedukasi masyarakat. Sosialisasi ini penting agar publik memahami bahwa SBDK yang dipublikasikan belum memasukkan premi risiko. Selain itu, juga harus paham bahwa karakteristik setiap bank tidak sama.

Dengan pemahaman seperti itu, nasabah tidak terkejut ketika menemukan bunga kredit bank jauh lebih tinggi dari SBDK yang diumumkan.

"Kami tidak ingin nasabah salah paham terhadap bank,” kata Lisawati, Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta. Ia sendiri tak yakin nasabah memahami tentang premi risiko dan faktor pembentuknya.

Premi risiko kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) misalnya, tidak sama dengan kredit ritel, apalagi kredit korporasi. Karena debitur UMKM cenderung memiliki risiko lebih tinggi, preminya juga lebih besar.

Jadi meski SBDK bank rendah, belum tentu bunga kredit UMKM juga ikut rendah. Bankir khawatir, nasabah tidak mengetahui soal ini, sehingga mereka tidak percaya kepada perbankan.

Namun, bankir optimistis, buka-bukaan rahasia dapur ini tidak berdampak buruk ke industri. Selama ini, bank bersikap transparan dalam menyampaikan laporan ke BI. "Jadi, mengumumkan prime lending rate tidak terlalu bermasalah," ujar Lisawati.

Sebagai benchmark

Arief Harris, Direktur Keuangan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) juga yakin, aturan ini tak berimplikasi negatif. Apalagi, BI telah menggulirkan isu ini cukup lama. Jadi, para bankir sudah mengantisipasi.

Lagipula, bank terbiasa mengirimkan laporan ke BI, meski formatnya tidak mendetail seperti SBDK. “Yang dipublikasikan ke masyarakat itu skor akhir. Rinciannya hanya bank sentral yang tahu,” katanya.

Transparansi ini juga tidak akan membuat bank menengah dan kecil kehilangan pasar lantaran debitur terdorong mencari bunga kredit yang lebih murah. “Pricing (bunga) hanya salah satu faktor. Nasabah lebih mempertimbangkan layanan,” kata Arief.

Sementara, Bujung R. Hanani, Presiden Direktur Bank Antardaerah justru menilai, aturan ini tidak memberi manfaat signifikan. Nasabah tidak akan terlalu menghiraukan. "Kami ikuti saja," ujarnya,.

BI sendiri akan menggunakan data SBDK untuk memonitor perbankan. Bank sentral bisa mempertanyakan mengapa cost of fund suatu bank sangat tinggi sementara bank lain lebih rendah. Ini yang disebut benchmarking.

BI juga bisa mengingatkan bank yang terlalu jor-joran mencari dana dengan memberikan hadiah. Tujuan akhirnya adalah agar bank semakin efisien sehingga bunga kredit kian murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×