kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inovasi Keuangan dalam Pembiayaan Infrastruktur Berkelanjutan melalui KPBU


Kamis, 05 Oktober 2023 / 10:15 WIB
Inovasi Keuangan dalam Pembiayaan Infrastruktur Berkelanjutan melalui KPBU
Kemenkeu RI - kontan kilas online


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini

KONTAN.CO.ID - Infrastruktur merupakan fondasi pembangunan ekonomi suatu negara. Pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak bisa hanya sekedar bisnis seperti biasa, karena Indonesia memerlukan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan ambisius mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045.

Pencapaian pembangunan infrastruktur memerlukan inovasi, baik dalam desain teknologi maupun perencanaan keuangan, untuk memastikan manfaat finansial dan ekonomi dari proyek infrastruktur.

Tentu saja penyediaan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menghadirkan banyak tantangan, terutama terbatasnya anggaran pembangunan. Mulai dari biaya persiapan, pembangunan, hingga pemeliharaan. Tantangannya adalah memastikan bahwa hal tersebut dapat dipersiapkan, dibangun, disesuaikan dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat semaksimal mungkin.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, perkiraan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur dalam periode 2020-2024 adalah sebesar Rp 6.445 triliun. Namun, hanya 37% dari total dana tersebut akan didanai oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Sedangkan pengalokasian dana untuk infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 mencapai Rp 422,7 triliun. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 5,8% dari dana yang dialokasikan untuk infrastruktur pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 399,6 triliun (proyeksi APBN 2023).

Pengalokasian dana infrastruktur tahun 2024 ini bertujuan untuk mempercepat dan meratakan pembangunan infrastruktur, termasuk pengeluaran Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 213,7 triliun, yang akan digunakan untuk biaya pembangunan jalan di daerah, pembangunan Ibu Kota Nusantara, renovasi stadion, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan.

Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, infrastruktur, dan bidang pekerjaan umum masing-masing menerima Rp 94,8 triliun dari Tunjangan Kinerja Daerah (TKD).

Terakhir, pembiayaan anggaran sebesar Rp93,9 triliun dialokasikan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan multinasional (BUMN) atau lembaga yang bekerja di sektor infrastruktur.

Meskipun anggaran infrastruktur ditetapkan sebesar Rp 422,7 triliun dalam APBN 2024, jelas anggaran itu tidak akan cukup untuk memastikan pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia. Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pembiayaan infrastruktur adalah dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Private Public Partnership (PPP).

Skema KPBU sebagai Instrumen Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Pembangunan Infrastruktur

Secara umum, KPBU adalah rencana penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang melibatkan partisipasi swasta. Skema ini didasarkan pada kontrak antara pemerintah, yang diwakili oleh menteri, kepala lembaga, pemerintah daerah, BUMN, atau BUMD, dan pihak swasta, dengan mempertimbangkan prinsip pembagian risiko di antara para pihak.

KPBU ini sejalan dengan nilai-nilai gotong royong bangsa Indonesia. Dalam semangat gotong royong melalui pembiayaan KPBU, seluruh elemen bangsa berupaya untuk saling membantu memperkuat persatuan bangsa dengan membangun infrastruktur berkelanjutan di seluruh Indonesia. Selain itu, KPBU memastikan APBN menjaga rasio defisit terhadap utang pada tingkat yang bijaksana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam upaya mendukung pelaksanaan KPBU di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah yang diperlukan, antara lain Project Development Facility (PDF) untuk mempersiapkan dokumen proyek yang dapat diterima pasar. Selanjutnya, terdapat Viability Gap Fund (VGF) sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan bankabilitas proyek dan Jaminan dalam rangka meningkatkan kreditabilitas proyek. Serta Availability Payment (AP) yang merupakan pengembalian investasi badan usaha yang berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah (dalam hal ini PJPK atau menteri/kepala lembaga/kepala daerah) secara berkala kepada pihak swasta berdasarkan pada ketersediaan layanan infrastruktur sesuai dengan mutu atau kriteria yang telah ditentukan dalam perjanjian KPBU.

Seluruh fasilitas tersebut diberikan dalam upaya untuk memastikan sebanyak mungkin dana-dana non APBN dapat digunakan dalam pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia. Sesuai dengan perannya, setiap fasilitas dukungan pemerintah diharapkan dapat menjawab kekhawatiran utama para pemangku kepentingan KPBU (Pengelola, Investor, Pemberi Pinjaman) pada setiap fase pembangunan proyek infrastruktur.

"Selama penerapan KPBU, terdapat banyak perbaikan. Kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengembangkan ekosistem dan perangkat yang menyertainya. Jadi, seperti yang telah kita lihat baru-baru ini, kami memiliki berbagai inisiatif besar, seperti menetapkan kerangka peraturan , peningkatan kapasitas pemangku kepentingan KPBU, dan koordinasi antarlembaga, termasuk PJPK, juga sedang dilakukan untuk memulai dan meningkatkan upaya pelaksanaan proyek,” kata Brahmantio Isdijoso, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.

Dari sisi penyediaan fasilitas penyiapan proyek (PDF) direncanakan mencapai Rp 264,7 miliar pada tahun 2024 untuk memenuhi kebutuhan pendanaan PDF proyek KPBU IKN dan mendukung penyiapan proyek KPBU non-IKN. Nilai ini mencakup proyek-proyek yang sedang berjalan serta persiapan proyek-proyek baru yang akan masuk dalam pipeline. Sementara kebutuhan anggaran dukungan VGF pada proyek KPBU diperkirakan mencapai Rp 6,9 miliar.

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pembiayaan infrastruktur dan mendorong partisipasi investor global dan dana filantropi, pemerintah akan memasukkan faktor Lingkungan, Sosial, dan Tata kelola (LST) ke dalam dukungan pemerintah terhadap proyek KPBU. ESG (Environmental, Social & Governance), atau Lingkungan, Sosial, dan Tata kelola (LST), telah menerapkan 10 standar sejak tahun 2022, yang mana 4 standar mencakup 11 dimensi lingkungan, 4 standar mencakup 11 dimensi sosial, dan 2 standar mencakup 6 dimensi tata kelola.

Implementasi kebijakan ESG ini diharapkan dapat membantu mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan mendorong para pemangku kepentingan untuk memperhatikan isu-isu ESG pada saat implementasi rencana tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×