Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak 2020, Maybank Indonesia mengambil langkah konservatif dalam membentuk pencadangan alias provisi pada portofolio di seluruh segmen bisnis yang terdampak kondisi ekonomi yang menantang. Pencadangan juga dilakukan pada 2022, khususnya bagi segmen pembiayaan syariah.
Meskipun demikian, bank mencatat biaya provisi turun sebesar 22,3% menjadi Rp 212 miliar karena upaya aktif dalam menjalankan program restrukturisasi kredit, dan terus mendampingi debitur yang masih menghadapi tantangan untuk menjaga kualitas aset.
Melalui strategi tersebut, rasio kredit bermasalah (NPL) tetap terjaga. Secara konsolidasi, NPL Gross dan NPL Net masing - masing mencapai 3,9% dan 2,8%. Hal ini didukung penurunan saldo NPL menjadi 6,8% pada Maret 2022.
"Bank terus menerapkan prinsip kehati-hatian dan mempertahankan risk posture pada tingkat yang sehat untuk memastikan kualitas aset tetap terjaga," kata Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria dikutip dari laman resmi perseroan, Senin (9/5).
Bank juga mampu mengendalikan biaya overhead sebesar Rp 1,44 triliun. Dengan tetap disiplin dalam menerapkan pengelolaan biaya berkelanjutan di seluruh organisasi dan kegiatan usaha untuk memastikan setiap biaya yang dikeluarkan dapat berkontribusi bagi peningkatan pendapatan bank.
Baca Juga: Laba Bersih Maybank Indonesia Tumbuh 2,15% di Kuartal I-2022
Meskipun pemulihan ekonomi tetap berlangsung sejak akhir 2021, bank menghadapi tantangan laju pertumbuhan kredit di tengah kondisi bisnis dan perdagangan yang masih tahap penyesuaian pasca pandemi Covid-19 selama dua tahun ke belakang, diikuti lonjakan kasus varian Omicron di kuartal pertama 2022.
Akibat kondisi tersebut, total kredit Maybank Indonesia turun 2,2% menjadi Rp 99,52 triliun dari Rp 101,74 triliun tahun lalu. Kredit segmen Global Banking turun 3,4% menjadi Rp 35,26 triliun dari Rp 36,50 triliun.
Demikian juga kredit segmen Community Financial Services (CFS) yang terdiri dari kredit ritel dan non-ritel, turun 1,5%, disebabkan terutama oleh segmen CFS Non-Ritel yang turun 8,9%. Namun kredit segmen CFS Ritel masih tumbuh 5,7% yoy seiring pertumbuhan pembiayaan properti.
Menurutnya, pembiayaan properti atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih terus bertumbuh secara konsisten sejak paruh kedua tahun 2021 dan terus menjadi motor penggerak pertumbuhan kredit di segmen CFS Ritel.
"Kredit KPR menyumbang pertumbuhan tertinggi kepada segmen CFS Ritel, sebesar 10,8% dengan total kredit yang tersalurkan mencapai Rp 15,59 triliun dari Rp 14,07 triliun tahun lalu," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News