kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika UUS Perbankan Spin Off, Ini Dampak Bagi Pertumbuhan Bisnisnya


Sabtu, 27 Agustus 2022 / 11:00 WIB
Jika UUS Perbankan Spin Off, Ini Dampak Bagi Pertumbuhan Bisnisnya


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - DENPASAR. Penghapusan kewajiban pemisahan (spin off) unit usaha syariah (UUS) yang ada dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) disambut baik oleh perbankan swasta di Tanah Air. Omnibus Law Sektor Keuangan akan mengatur kewajiban pemisahaan UUS berlaku jika asetnya telah mencapai 50% atau lebih dari bank induknya.

 PT Bank CIMB Niaga Tbk dengan UUS-nya (CIMB Niaga Syariah) misalnya, yang mengatakan, jika UUS bank dipaksa spin off maka diyakini akan semakin mempersulit pencapaian target pangsa pasar perbankan syariah sebesar 20% pada tahun 2024. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar syariah per akhir 2021 baru mencapai 6,7%.

Baca Juga: Pembiayaan CIMB Niaga Syariah Tumbuh 29,4% hingga Semester I

Riboet Budiono, Head of Sharia Business Banking CIMB Niaga Syariah menjelaskan, ada sejumlah dampak yang akan menekan pertumbuhan bisnis syariah jika UUS dipaksa spin off sehingga kebijakan itu tidak disenangi banyak bank swasta. 

"Pertama ada dampak terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Akan ada potensi penurunan DPK secara masif mengingat perusahaan korporasi mempunyai kecenderungan untuk bekerjasama dengan bank besar yang masuk Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 4 dan 3. Jika itu terjadi, bank syariah terpaksa harus memberikan rate lebih tinggi agar korporasi mau menempatkan dananya ke kita. Akhirnya biaya dana menjadi mahal," jelasnya dalam Media Gathering CIMB Niaga Syariah, Kamis (25/8). 

Kedua, rate pembiayaan bank syariah tidak kompetitif lantaran biaya dana yang lebih mahal. Selanjutnya, akan terjadi penurunan kualitas nasabah yang berpotensi menaikkan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing finance (NPF). 

Ini akan membuat biaya pembiayaan meningkat sehingga akan berpengaruh menurunkan perolehan laba sebelum pajak. 

Ketiga, BUS akan membutuhkan tambahan investasi karena sudah tidak bisa melakukan dual banking leverage model dengan CIMB Niaga konvensional. Adanya investasi itu akan membuat bank menjadi tidak lagi efisien sehingga meningkatkan cost to income ratio (CIR).

Tambahan beban operasi yang akan ditanggung BUS akan menaikkan biaya dana bank. 

"Kalau kita investasi di tengah kondisi yang tidak pasti maka pemegang saham akan berkurang karena return on equity (RoE) turun. Sehingga kemampuan kita mendukung investasi akan berkurang juga," tambah Riboet. 

Keempat, berdampak pada Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK). Saat menjadi UUS maka modalnya sama dengan induk. Tetapi saat sudah jadi BUS maka modal akan berkurang. 

Sementara outstanding pembiayaan CIMB Niaga Syariah dari segmen korporasi cukup besar dengan rata-rata Rp 2 triliun tiap nasabah. Ketika modal dengan status BUS lebih rendah maka akan terjadi pelampauan BMPK terhadap nasabah eksisting dari segmen korporasi.

Adapun BMPK BUS terhadap pihak terkait paling tinggi 10% dari modal bank dan BMPK pemberian dana kepada pihak tidak terkait maksimal 25% dari modal inti bank. 

Dengan modal yang terbatas, kata Riboet, bank memiliki keterbatasan menurunkan eksposur yang diakibatkan pelampauan BMPK. Alhasil, akan terjadi potensi penurunan aset dan takeover. 

Baca Juga: UUS BTN Jadi Bank Pertama Salurkan Tapera Syariah

Selain itu, dampak BMPK itu akan membuat keterbatasan BUS berpartisipasi dalam pembiayaan nasabah baru yang bagus dan pertumbuhan bank akan terbatas karena tidak dapat berpartisipasi dalam pembiayaan sindikasi. 

Dalam kesempatan yang sama, Ade  Hotamawati  Head of Sharia Product and Business Process CIMB Niaga menambahkan, dampak paling besar spin off UUS adalah akan terjadi penurunan efisiensi sehingga rasio Beban Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO). 

"Kalau UUS, kita bisa menerapkan dual leverging dengan parent company, sedangkan kalau sudah BUS harus berdiri sendiri," ujarnya. 

Selain itu, lanjut Ade, spin off juga akan berdampak pada pengembangan produk. Saat menjadi UUS, pengembangan produk syariah telah melibatakan unit terkait di bank induk seperti unit risk, kepatuhan, legal, kredit, finance dan lain-lain. 

Review pengembangan produk juga dilakukan secara komprehensif dengan kualitas yang sama dengan induk dan setiap produk dilakukan monitoring post implementasinya dengan optimal.

Semnetara Head of Sharia Strategi CIMB Niaga Ulil Amri mengatakan, model dua leveraging yang dilakukan memberikan banyak nilai tambah terhadap bisnis syariah. 

Pertama, cakupan peningkaan literasi dan inklusi syariah lebih luas. 

"Leveraging sumber daya bank induk terutama dalam hal pemasaran, secara otomatif akan mendidik tenaga pemasaran dan  pendukungnya dengan pengetahuan dan edukasi perbankan syariah. Selain itu, market based bank induk  akan diekspose denagn produk syariah dengan model pemasaran cross selling sehingga berpotensi meningkatkan pangsa pasar syariah," jelas Ulil. 

Kemudian, UUS juga bisa melakukan efisiensi biaya modal dan operasional dengan leveraging infrastruktur, personil, jaringan dan lain-lain yang dimiliki bank induk. Selanjutnya tingkat layanan syariah akan lebih baik karena tidak fokus mencari jati diri sebagai bank baru dan rasio indikator kesehatan dari portofolio syariah UUS lebih baik dengan bantuan keahlian dari bank induk.

"CIR CIMB Niaga Syariah saat ini masih di bawah 10%. Kalau sudah menjadi BUS maka CIR akan meningkat tajam. Bandingkan saja, saat ini rata-rata CIR industri mencapai 82%," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×