Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kinerja PT Bank Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) sempat tercoreng akibat naiknya rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tahun 2012 lalu. Agar tak terulang lagi, tahun ini BJB berusaha untuk menekan NPL komersial tersebut dengan beberapa cara.
"Kami akan mengupayakan NPL komersial di bawah 5%," ucap Direktur Utama BJB, Bien Subiantoro, Rabu, (3/7). Perlu diketahui, tahun lalu, NPL komersial BJB naik dari 4,8% menjadi 7,3%. Tingginya NPL dikarenakan adanya penyelewengan, kegagalan, dan penyalahgunaan kredit oleh debitur komersial.
Selain itu, Bien menyebutkan, kenaikan NPL komersial memiliki banyak faktor. Misalnya, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), inflasi, dan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI rate yang naik. Kondisi itu dinilai bisa menambah biaya produksi sektor komersial dan menimbulkan risiko lebih tinggi.
Menurutnya, sektor komersial khususnya kelas menengah memiliki pengaruh paling tinggi terhadap volatilitas perekonomian saat ini. Setelah itu, dampaknya baru akan terkena ke segmen korporasi, mikro, dan konsumer yang bersifat memiliki pendapatan tetap.
Untuk menekan NPL komersial tersebut, BJB akan akan berhati-hati melakukan ekspansi. Salah satunya adalah menurunkan target pengucuran kredit komersial. Tadinya, BJB menargetkan kredit komersialnya tumbuh 58% menjadi Rp 10 triliun tahun ini, namun kemudian dikompres menjadi 11% ke angka Rp 7 triliun saja.
Pada posisi bulan Juni, Bien mengklaim, sudah menggelontorkan kredit komersial Rp 6 triliun. Jadi, sisa pemberian kreditnya tahun ini tinggal Rp 1 triliun saja. Penurunan target sudah dimuat dalam revisi Rencana Bisnis Bank (RBB) sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Bien menyatakan, bahwa BJB bertahan untuk tak menaikkan bunga kredit. Menurutnya, kenaikan bunga akan bisa berdampak kepada nasabahnya. Jika nasabahnya terpukul dengan beban bunga lebih tinggi, BJB khawatir berdampak pada NPL.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News