Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bankir mengaku penghapusbukuan (write off) kredit macet merupakan jalan terakhir mengurangi kredit bermasalah atawa non-performing loan (NPL). Setelah menghapusbukukan kredit, para bankir akan menekan NPL dengan cara memperketat penyaluran kredit plus restrukturisasi.
Restrukturisasi atau penaghihan terhadap kredit yang telah dihapusbuku tentu mendatangkan penghasilan bank. Contohnya, tahun lalu Bank Mandiri mencetak penerimaan Rp 2,3 triliun dari pengembalian kredit hapusbuku. Lalu Bank BRI bisa menagih sebesar Rp 473,9 miliar, dan Bank BNI sebesar Rp 555 miliar.
Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengaku, kredit yang mereka hapusbukukan adalah kredit lama. "Sekarang sudah mulai berkurang dan kami akan lebih selektif memberikan kredit agar tidak macet," tutur Sofyan, Ahad (12/4).
Direktur Bisnis PT BRI Tbk Sudaryanto Sudargo menambahkan, kredit yang paling banyak dihapusbukukan adalah kredit kecil. "Di BRI memang ada program penghapus bukuan kredit sektor ritel," tuturnya (12/4).
Adapun Bank Mega melakukan antisipasi kredit bermasalah dengan restrukturisasi. "Agar write off tidak menjadi trend yang terus melejit di tahun 2009," kata Daniel Budirahaju, Direktur Bank Mega, kepada KONTAN, (12/4).
Bank Mega tak membuat prioritas sektor atau debitur mana yang akan direstrukturisasi. Daniel mengaku, Bank Mega jarang melakukan penghapusbukuan kredit untuk debitur kakap dari korporasi. Write off Bank Mega yang terbanyak adalah kredit konsumsi. Tahun lalu, Bank Mega berhasil menagih kredit hapusbuku Rp 6,7 miliar.
Menurut Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja, besar kecilnya hapusbuku tergantung keyakinan bankir. "Kalau yakin bisa merestrukturisasi, ya, tak dihapus. Ini sebabnya, nilai hapus buku naik-turun tiap tahunnya," ujar Parwati.
Parwati memprediksi, nilai penagihan kredit yang hapusbuku di OCBC NISP tahun ini tak akan jauh berbeda dengan nilai pada tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan Bank NISP, tahun 2008 lalu bank ini hanya bisa menagih kredit yang dihapusbukukan sebesar Rp 415 juta, lebih rendah dari tahun sebelumnya, Rp 4,33 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News