Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Salah satu tantangan utama Bank Indonesia (BI) dalam menghadapi ekonomi global adalah efisiensi dan daya saing perbankan. Darmin Nasution, Gubernur BI mengungkapkan, efisiensi dan permodalan ini penting karena terkait dengan efektifitas kebijakan moneter.
Implementasi kebijakan moneter yang efektif memerlukan lembaga keuangan khususnya sektor perbankan yang kuat dan efisien. "Apabila efisiensi perbankan rendah dan ketahanan permodalan rapuh maka transmisi kebijakan moneter juga akan berjalan kurang efektif," kata dia, dari rilis yang diterima KONTAN, Rabu (3/2).
Darmin bilang, dalam skala regional daya saing perbankan Indonesia dari segi efisiensi, permodalan dan aset masih lebih rendah dibandingkan negara-negara kawasan. "Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional perbankan Indonesia masih lebih tinggi dari perbankan di Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina," ungkap Darmin.
Efisiensi tersebut nantinya dapat menjadi simpul terurainya permasalahan intermediasi, sehingga dapat meningkatkan kredit dan selanjutnya diharapkan lebih mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gubernur BI menambahkan, efisiensi juga dapat mendorong perilaku bank dalam memberikan kredit yang lebih hati-hati, selektif, produktif dan prospektif. Perilaku tersebut juga akan menstimulasi praktek kehati-hatian perbankan, yang merupakan prasyarat terciptanya stabilitas sistem keuangan.
Bank sentral juga turut melakukan usaha peningkatan efisiensi tersebut, seperti mulainya pemberlakuan ketentuan mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) dibulan Maret ini, bagi bank dengan aset diatas Rp 10 triliun. BI juga masih terus menyiapkan langkah-langkah lanjutan, termasuk pelaksanaan benchmarking antar bank.
Sementara itu, Wimboh Santoso, Direktur Direktorat Penelitan dan Pengaturan Perbankan BI menyatakan, salah satu kemajuan perbankan adalah adanya pertumbuhan modal setiap tahunnya. Ini untuk terus mengembangkan diri, baik dari sisi organik maupun non organik. Jika bank itu besar maka modal harus besar juga, namun jika bank kecil harus terus mendorong pertumbuhan modalnya.
"Jangan sampai perbankan itu dari awal modalnya Rp 100 miliar, setelah lima tahun modalnya tetap sama," kata Wimboh. Menurutya, bank seperti ini tidak tumbuh sehingga tidak dapat menyalurkan kredit yang besar. Padahal, kucuran kredit perbankan sangat penting untuk perekonomian dan pengurangan pengangguran nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News