Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pelaku usaha industri asuransi jiwa meramal, klaim penebusan polis yang belum jatuh tempo alias surrender dan klaim penebusan sebagian atau partial withdrawal untuk produk asuransi jiwa berbasis investasi atau unitlink tidak akan tumbuh lebih tinggi pada kuartal kedua tahun ini.
Meski saat ini iklim investasi suram. Pada kuartal sebelumnya, klaim surrender dan partial withdrawal melesat sampai 69,5% dan 61% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Klaim surrender menjadi Rp 10,34 triliun dan partial withdrawal mencapai Rp 6,41 triliun yang disinyalir karena aksi ambil untung atau profit taking yang dilakukan nasabah.
Selain itu, nilai tukar mata uang asing meningkat cukup tajam pada periode itu. Nasabah unitlink yang membeli polis dengan dollar AS kemungkinan ingin menikmati untung atau tak mampu lagi menahan rugi membayar dalam bentuk dollar AS dan mengubah pembayaran dalam mata uang rupiah.
Pasalnya, meski klaim surrender dan partial withdrawal meningkat, perolehan premi bisnis baru industri asuransi jiwa ikut terkerek. Pertumbuhan premi bisnis baru ini mencapai 29% atau menjadi sebesar Rp 18,72 triliun.
"Jadi, kami optimistis nasabah dengan tingkat kekhawatiran tinggi sudah mundur pada kuartal lalu," ujar Budi Tampubolon, Ketua Bidang Aktuaria dan Underwriting Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) kepada KONTAN, Rabu (10/6).
Penurunan IHSG dan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dollar AS justru berpotensi dilirik oleh nasabah-nasabah yang memperhatikan masa depan keuangan jangka panjang. "Kalau kuartal lalu, nasabah sudah berbondong-bondong menebus polis unitlink, kuartal kedua ini tidak akan lebih tinggi. Kenapa? Karena, ini justru waktu yang tepat untuk beli atau top up. Kami akan kampanyekan ini kepada nasabah," imbuh dia.
Sekadar informasi, sebanyak 53,9% dari total premi yang diraup industri asuransi jiwa merupakan unitlink. Sisanya 46,1% merupakan produk asuransi tradisional, seperti asuransi jiwa berjangka, dan asuransi kesehatan. Per 31 Maret 2015, hasil investasi industri asuransi jiwa melorot 12,5%, yaitu dari Rp 11,93 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi hanya Rp 10,44 triliun.
"Sekitar 27% dana investasi ditempatkan di keranjang saham, 30% di reksadana dan sisanya SUN, obligasi, serta deposito," kata Hendrisman Rahim, Ketua Umum AAJI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News