kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.915.000   44.000   2,35%
  • USD/IDR 16.400   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.142   47,86   0,67%
  • KOMPAS100 1.041   10,44   1,01%
  • LQ45 812   9,62   1,20%
  • ISSI 224   0,88   0,39%
  • IDX30 424   4,46   1,06%
  • IDXHIDIV20 504   1,88   0,37%
  • IDX80 117   1,34   1,15%
  • IDXV30 119   0,16   0,14%
  • IDXQ30 139   1,43   1,04%

KPPU akan menyelediki penyebab inefisiensi di industri perbankan


Kamis, 10 Maret 2011 / 09:00 WIB
KPPU akan menyelediki penyebab inefisiensi di industri perbankan
ILUSTRASI. Suasana keramaian Sabtu sore di daerah Times Square dan suasana pusat factory outlet Woodbury New York yang relatif sepi, Sabtu siang 21 Juni 2019.


Reporter: Roy Franedya |

JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai mengarahkan radar ke sektor perbankan. Wasit antimonopoli ini mengendus terjadi praktik kartel di industri yang merupakan urat nadi perekonomian tersebut.

Kecurigaan ini berpangkal pada tingginya suku bunga kredit. KPPU menduga, ada yang tidak beres dalam penetapan bunga kredit sehingga menimbulkan inefisiensi di sektor lain. "Eksesnya barang produksi tidak kompetitif dan masyarakat yang menanggung," ujar Ketua KPPU Nawir Messi, Selasa (9/3).

Untuk menguji dugaan tersebut, KPPU membentuk tim penyelidikan. Proses ini berlangsung tiga bulan ke depan. Jika ada indikasi terjadi praktik tidak sehat, KPPU akan menindaklanjuti temuan itu.

Dalam menggelar penyelidikan, KPPU akan menggunakan tiga indikator inefisiensi. Pertama, net interest margin (NIM). KPPU menilai NIM perbankan yang sebesar 5,7%-6% sangat tinggi. NIM perbankan Indonesia dua kali lipat dibanding negara ASEAN lain, kecuali Filipina.

Kedua, Biaya Operasional berbanding Pendapatan Operasional (BOPO). Menurut KPPU, BOPO rata-rata sebesar 80% terlalu tinggi. Artinya, hampir semua pendapatan operasional habis untuk biaya operasional. Praktik di negara lain rasio ini hanya 50%.

Ketiga, tingginya bunga kredit perbankan. Tidak adanya transparansi struktur biaya, premi risiko serta ekspektasi inflasi berperan dalam tingginya suku bunga.

Pengamat perbankan Paul Sutar-yono mengatakan, rencana KPPU sudah tepat. Tapi, timing-nya salah. Pasalnya, BI sudah mengatur perbankan agar bunga kredit lebih transparan. Artinya, tinggal menunggu regulasi itu berjalan.

Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, mengatakan, pasar akan menghukum bank yang tidak efisien. "KPPU boleh melakukan pemeriksaan jika ada bank yang mengatur bunga kredit. Saat ini persaingan sangat tinggi," ujarnya.

Jika ingin bunga layu, seharusnya bunga penjaminan yang diturunkan, karena bank banyak mengeluarkan biaya demi mencari dana. "Apa yang dilakukan KPPU ini tindakan mengada-ada saja," ujar Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×