Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memastikan bahwa kasus dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol) akan terus berlanjut hingga tahap persidangan setelah proses pemberkasan selesai.
Kasus ini bermula dari temuan KPPU terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh para pelaku usaha penyedia layanan pinjaman online.
Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) diduga membuat perjanjian penetapan suku bunga yang tidak independen, yakni sebesar 0,8% yang kemudian menjadi 0,4% pada 2021.
KPPU mulai mengusut kasus ini sejak awal 2024 dengan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap berbagai pihak, termasuk pelaku usaha dan lembaga terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan hasil penyelidikan, KPPU menyimpulkan telah ditemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan kasus ini ke tahap pemberkasan. Pada 5 Maret 2025, KPPU secara resmi meningkatkan status kasus dari penyelidikan ke pemberkasan, dengan kemungkinan sidang perdana digelar pada awal Mei 2025.
Baca Juga: OJK Beri Sanksi pada 24 Multifinance dan 32 Fintech Lending per Februari 2025
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti kuat yang akan dibicarakan dalam persidangan.
“Sudah ada bukti kuat yang akan dibawa atau disajikan di persidangan setelah proses pemberkasan selesai,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (11/3).
Ia juga menjelaskan bahwa fokus KPPU dalam kasus ini adalah pada periode sebelum kebijakan baru OJK diberlakukan.
Lebih lanjut, Deswin menyampaikan bahwa proses hukum tetap diperlukan meskipun telah ada aturan baru dari OJK. Menurutnya, penegakan hukum persaingan usaha memiliki fungsi penting dalam melindungi konsumen dan menciptakan efek jera bagi pelaku usaha.
“Penegakan hukum persaingan salah satunya ditujukan untuk mengembalikan kepentingan konsumen yang diambil oleh pelaku usaha dari perilakunya, serta memberikan efek jera bagi pelaku usaha,” jelasnya.
Selain itu, perkembangan terbaru dalam industri pinjaman online juga dapat menjadi masukan dalam persidangan. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan majelis yang akan menyidangkan perkara tersebut.
Dengan meningkatnya status kasus ini, KPPU kini tengah mempersiapkan kelayakan seluruh alat bukti guna dilakukan Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Para pelaku usaha yang tergabung dalam AFPI telah ditetapkan sebagai Terlapor atas dugaan pelanggaran ketentuan persaingan usaha yang sehat.
Sebelumnya, Deswin menjelaskan bahwa asosiasi seperti AFPI bukanlah bagian dari definisi pelaku usaha. Namun, jika ada kesepakatan di dalam asosiasi yang dijalankan oleh para anggotanya, maka anggota tersebut yang bisa menjadi terlapor.
KPPU juga menegaskan bahwa perusahaan fintech lending seharusnya menetapkan suku bunga secara independen, tanpa adanya kesepakatan dalam asosiasi. Deswin bilang, pengaturan industri pinjol lebih tepat jika dilakukan oleh pemerintah atau regulator seperti OJK, bukan oleh asosiasi industri.
Mengenai hal ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan bahwa tidak ada praktik kartel dalam industri fintech lending, dan kebijakan terkait suku bunga bertujuan untuk melindungi konsumen dari bunga tinggi, terutama yang dikenakan oleh pinjol ilegal.
"Menurut kami ini bukan kartel, tetapi untuk customer’s protection, yakni melindungi masyarakat agar bunga tidak tinggi. Di sisi lain, bunga pinjol ilegal sangat mencekik masyarakat, di mana banyak yang terjerumus pada bunga yang tinggi,” ujar Ketua Umum AFPI Entjik Djafar kepada Kontan, Selasa (11/3).
Menurut AFPI, tidak ada kesepakatan harga yang bersifat mengikat di antara para anggotanya. Setiap penyelenggara pinjaman online diklaim menetapkan bunga secara berbeda-beda, sehingga tuduhan kartel dianggap tidak berdasar.
“Sebenarnya kartel tidak pernah ada, karena semua penyelenggara melakukan bunga yang berbeda-beda. Jadi menurut saya, tidak pernah ada kartel,” lanjutnya.
AFPI juga menyoroti bahwa aturan mengenai bunga pinjol sudah lama diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, mereka menilai penyelidikan yang dilakukan KPPU sudah tidak relevan lagi.
Ia menambahkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, penyelenggara pinjol telah mengikuti ketentuan bunga yang ditetapkan oleh OJK. Oleh karena itu, AFPI berharap permasalahan ini tidak diperpanjang lebih jauh.
“Musuh kita bersama adalah pinjol ilegal. Mari kita bersama-sama menekan pembiaran pinjol ilegal beroperasi di Indonesia karena sangat merugikan, bahkan menyengsarakan masyarakat. Kami berharap KPPU bijak melihat problem yang timbul di masyarakat,” tuturnya.
Baca Juga: Ini Kata CELIOS Soal Fintech Lending dengan TWP90 di Atas 5% Naik per Desember 2024
Selanjutnya: Ekonom: Penambahan Instrumen DHE SDA dalam Valas Masih Sulit Tarik Modal Asing
Menarik Dibaca: Ini Tips Liburan Hemat Saat Lebaran ala Tiket.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News