Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah outstanding restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 perbankan semakin menurun seiring pemulihan ekonomi dalam negeri. Namun ternyata penurunan tersebut tidak seluruhnya karena debitur bangkit dan kembali normal melakukan kewajibannya membayar angsuran.
Mengingat, ada juga kredit yang semakin mengalami pemburukan sehingga bank menurunkan statusnya ke dalam kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding restrukturisasi Covid-19 per Mei 2022 mencapai Rp 596,25 triliun. Angka tersebut sudah turun Rp 10,14 triliun dari bulan sebelumnya. Sementara terhitung dari akhir 2021 lalu, angka tersebut sudah turun 67,24%.
Adapun NPL perbankan di saat yang sama masih cukup terjaga. Berdasarkan data OJK, NPL gross per Mei mencapai 3,04% dan NPL nett 0,85%. Secara gross, NPL tersebut memang mengalami kenaikan tipis dari akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 3%, tetapi menurun secara net dari 0.88%.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) salah satu yang terus menorehkan penurunan restrukturisasi kredit. Per Mei, outstanding-nya sudah mencapai Rp 57 triliun. Itu turun sekitar Rp 15 triliun dari akhir tahun 2021 yang masih tercatat sebesar Rp 72,12 triliun.
Baca Juga: Astra Financial Akuisisi 1,14 Juta Saham Bank Jasa Jakarta Senilai Rp 3,87 Triliun
David Pirzada Direktur Manajemen Resiko BNI mengatakan, Loan at Risk (LAR) perseroan terus mengalami perbaikan dan rasio semakin menurun yang sebagian besar disebabkan oleh penurunan restrukturisasi Covid-19.
"Sebagian besar debitur restrukturisasi Covid-19 sudah dapat kembali menjadi normal. Hanya sekitar 1,5% yang memburuk menjadi NPL," kata David pada KONTAN, Jumat (1/7).
Dia menambahkan, pihaknya terus berupaya membantu debitur-debitur tersebut dengan relaksasi sesuai kemampuan cash flow mereka. Berdasarkan asesmen berkala yang dilakukan perseroan, debitur restrukturisasi Covid-19 yang masih kategori beresiko tinggi saat ini hanya sekitar 3%.
Untuk mengantisipasi resiko dari debitur yang masuk high risk tersebut, BNI telah melakukan pencadangan yang cukup sesuai dengan standar stage 2 ataupun stage 3, yakni di kisaran 20%-45%.
Sementara nilai restrukturisasi Covid-19 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sudah mencapai Rp 133,7 triliun. Itu berkurang Rp 10,5 triliun dari posisi Maret dan turun Rp 23,23 triliun dari akhir tahun lalu.
Baca Juga: Trikomsel Oke (TRIO) Sebut Kreditnya Telah Dihapusbukukan oleh BCA
Agus Sudiarto Direktur Manajemen Resiko BRI mengatakan, sebagian besar sumber penurunan ini berasal dari pembayaran cicilan pokok terutama di segmen mikro.
Dari total akumulasi kredit terdampak Covid-19 yang sudah direstrukturisasi BRI yakni sebesar Rp 250,2 triliun, kredit yang akhirnya mengalami pemburukan dan jadi NPL mencapai Rp 10,7 triliun hingga akhir Mei 2022.
Agus merinci, sebagian besar kredit yang mengalami pemburukan itu berasal dari sektor perdagangan dan pelaku usaha jasa makanan dan minuman.
Agar nasabah kembali bangkit dari kondisi penurunan usaha saat ini, lanjut Agus, BRI masih memberi perpanjangan restrukturisasi kepada debitur yang masih berjalan usahanya. Namun, secara cash flow, debitur tersebut masih belum kembali ke kondisi sebelum covid-19, terutama yang tergantung dengan sektor wisata. Sehingga nasabah masih menikmati kelonggaran pembayaran pokok pinjamannya.