Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
Sesuai laporan dari PT Freeport, hingga Rabu (15/3), total karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktor-nya yang telah dirumahkan dan di-PHK sudah mencapai 3.340 orang.
Proses PHK dan merumahkan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktor-nya diprediksi akan terus berlanjut mengingat Freeport kini hanya bisa memasok 40 % produksi konsentratnya ke pabrik smelter PT Smelting di Gresik, Jawa Timur.
Vice President PT Freeport Indonesia Bidang Security & Risk Manajemen Amirullah saat pertemuan dengan Kapolda Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw bertempat di Hotel Serayu Timika, Rabu (15/3) malam, menyebutkan bahwa PT Freeport telah mengapalkan konsentrat ke Gresik sejak 8 Maret 2017.
Adapun operasi pabrik pengolahan biji PT Freeport di Mil 74, Tembagapura akan dimulai kembali pada 21 Maret 2017.
Kondisi buruk yang cepat berubah di PT Freeport terjadi setelah pemerintah menyetop keran izin ekspor konsentrat Freeport sejak 12 Januari 2017 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Pihak Freeport sempat menyetujui untuk mengubah Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani sejak tahun 1991 oleh Presiden Soeharto ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang disyaratkan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
Dalam perjalanan, Freeport malah bersikap sebaliknya yaitu tetap mempertahankan rezim KK dan tidak mau mengikuti anjuran pemerintah untuk berubah ke IUPK agar bisa tetap mengekspor 60 % produksi konsentratnya ke luar negeri.
Bahkan sejak 20 Februari 2017, Freeport mengancam akan menyeret Pemerintah Indonesia ke lembaga Peradilan Arbitrase.
Semenjak itulah, Freeport menyatakan kondisi perusahaan dalam keadaan "force major" dengan melakukan berbagai langkah efisiensi termasuk merumahkan sebagian karyawannya. Sedangkan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport malah menempuh kebijakan PHK karyawannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News