Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Bank Syariah Mandiri (BSM) mampu mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun 2016. Hal ini tercermin dari laba bersih bank syariah ini yang tumbuh 12,4% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 325,4 miliar di akhir 2016.
Berbekal kinerja positif tahun lalu, bank syariah terbesar di Indonesia ini menargetkan laba bersih dapat tumbuh di kisaran 10% di tahun ini. Meski laba bertumbuh, Direktur Utama BSM Agus Sudiarto mengatakan, perolehan laba tersebut sudah tergerus kenaikan pencadangan atau penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) sebesar Rp 1,17 triliun.
Dus, kenaikan pencadangan memperbesar rasio cash coverage menjadi 67,25% dibandingkan tahun sebelumnya 58,11%. Adapun dari sisi kualitas aktiva produktif, bank ini mencatatkan perbaikan pembiayaan macet atau non performing loan (NPL) gross dari 6,1% pada 2015 menjadi 4,9% per Desember 2016. Sementara NPF nett tercatat turun dari 4,1% menjadi 3,1% pada periode yang sama. BSM menargetkan rasio NPF gross tahun ini berada di kisaran 4,9% dan NPF nett di bawah 3%.
Direktur Financing Risk and Recovery BSM Choirul Anwar mengatakan, dalam upaya menekan laju NPF, pihaknya mampu mengumpulkan recovery ex write-off margin per Desember 2016 sebesar Rp 537 miliar. Jumlah tersebut meningkat 27% dibanding posisi sebesar Rp 428 miliar di 2015.
Tahun lalu, anak usaha Bank Mandiri ini menerima hasil penagihan write-off cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) senilai Rp 537 miliar. "Ini yang mengakibatkan kami mampu memupuk laba," kata Choirul. Total CKPN BSM tercatat Rp 1,7 triliun per akhir tahun lalu.
Sementara untuk aspek efisiensi, BSM mampu menekan biaya operasional, terlihat dari rasio biaya operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO) menurun menjadi 94,12% per Desember 2016 dari 94,78% di tahun 2015. Selain itu, Cost to Income Ratio (CER) mencapai 61,19%, membaik dibandingkan periode tahun 2015 yang sebesar 61,77%.
Agus menambahkan, tahun lalu aset BSM mencapai Rp 78,8 triliun atau naik 12,03% dari Rp 70,4 triliun. Peningkatan aset antara lain ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 12,62% dari Rp 62,1 triliun menjadi Rp 69,9 triliun.
Penopang pertumbuhan DPK berasal dari dana murah (CASA) sebesar Rp 34,7 triliun atau sekitar 49,58% dari total DPK. "CASA akan kami tingkatkan jadi 50%," kata Direktur Edwin Dwijajanto, Distribution and Service BSM.
Kenaikan aset juga bersumber dari pembiayaan yang tumbuh 8,8% menjadi Rp 55,6 triliun. BSM memasang target pembiayaan tumbuh 10%-11% di tahun ini. Yang negatif di tahun lalu yakni fee based income susut 8,39% menjadi Rp 860 miliar. BSM berharap fee based tumbuh 20% di 2017 dengan menggenjot pembiayaan umrah dan penjualan sukuk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News