Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan turunan terkait hapus kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang diamanatkan UU No 4 Tahun 2023 terkait Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) mulai jelas. Terbaru, disebutkan pada tahap pertama akan diprioritaskan untuk debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sebagai informasi, tertulis dalam UU tersebut, hapus kredit UMKM yang dimaksud adalah hapus buku dan hapus tagih. Di mana, disebutkan juga kerugian yang ada dari hapus kredit untuk bank pelat merah bukanlah kerugian negara.
Baru-baru ini, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyebutkan di tahap pertama, yang akan dihapus maksimal kredit sebesar Rp 500 juta, diprioritaskan KUR. Serta, ia menegaskan tak semua kredit UMKM yang macet akan dihapus.
“Akan ada penilaian mendalam, macetnya itu seperti apa dan karena apa,” ujar Teten, kemarin (9/8).
Saat ini, kualitas kredit macet di sektor UMKM, baik itu KUR maupun non KUR, memang dinilai tinggi. Itu juga yang menjadi sebab penyaluran kredit perbankan di sektor ini terbilang sangat hati-hati.
Baca Juga: Penyaluran KUR Juli 2023 Rp 126 Triliun, Ini Syarat KUR Mandiri & Cara Pengajuan
Kepala Pengawas Eksekutif Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae bilang secara umum rasio NPL UMKM memang lebih tinggi dibandingkan dengan NPL non UMKM.
Pada posisi Juni 2023, OJK mencatat NPL UMKM tercatat sebesar 3,70% naik 29 basis poin dari posisi Desember 2022. Angka itu lebih tinggi dibandingkan NPL kredit secara agregat 2,44% di periode Jun 2023.
Lebih lanjut, Dian bilang berdasarkan laporan bank kepada OJK terkait KUR, saat ini kualitas KUR terbilang masih di bawah threshold 5%. NPL untuk KUR berada di level 1,82%.
Dian juga menjelaskan bahwa kondisi saat ini adalah ada peningkatan NPL pada KUR kecil dan KUR mikro. Namun, ia tak menyebut berapa angka peningkatannya.
“Terutama di tiga sektor ekonomi yaitu sektor perdagangan, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan,” ujar Dian kepada KONTAN, Kamis (10/8).
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan pihaknya secara umum mendukung kebijakan tersebut. Untuk hapus tagih, Supari menilai implementasinya diperlukan peraturan yang antara lain menentukan kriteria nasabah yang bisa dihapus tagih. Saat ini, aturan tersebut yang sedang dirumuskan.
Lebih lanjut, Supari bilang kebijakan hapus tagih ini tak akan berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan BRI. Mengingat, kerugiannya telah diserap ketika BRI melakukan hapus buku.
“Hapus buku kami tiap bulan, sesuai dengan anggaran dalam RKAP tahun berjalan,” ujar Supari.
Baca Juga: Jumlah NPL Kredit UMKM Bank BUMN Mencapai Rp 34,2 Triliun
Adapun, hingga akhir Maret 2023, total kredit UMKM BRI mencapai Rp 989,64 triliun. Angka tersebut menunjukkan kontribusi BRI terhadap penyaluran kredit UMKM nasional mencapai 77,8%.
Hampir sama, Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha bilang bahwa dari kebijakan ini memang membuka kesempatan bagi debitur segmen UMKM untuk memulai usahanya kembali dan mendapatkan kredit.
Hanya, Rudi menekankan diperlukan ketentuan turunan agar dapat terlaksana secara tertib. Misal seperti persyaratan teknis dan mekanisme penyesuaian informasi debitur di SLIK OJK.
Rudi bilang total kredit di segmen UMKM saat ini mengalami pertumbuhan 8,1% secara tahunan. Nilainya kini menjadi Rp 119,7 triliun.
“Kualitas terjaga yakni NPL sebesar 1,5%,” ujar Rudi.
Di sisi lain, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu justru berharap hapus kredit ini tak hanya untuk segmen UMKM tapi juga bisa diperluas untuk segmen KPR. Maklum, bank yang fokus pada kredit perumahan ini sedang berjuang untuk menurunkan angka NPL-nya.
Sebagai informasi, NPL BTN berada di level 3,66% pada periode separuh pertama tahun ini. Ini meningkat jika dibandingkan periode sama tahun lalu yang berada di level 3,54%.
“KUR kita kecil banget. Makanya kami usulkan penerima KPR juga, terutama korban gempa dan bencana alam,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News