Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Tingginya fasilitas kredit yang belum dicairkan nasabah atau undisbursed loan masih menjadi tantangan bank dalam meningkatkan penyaluran kredit. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), hingga akhir Mei 2012, angka kredit tak terpakai itu sudah mencapai Rp 722,06 triliun atau meningkat 22,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jumlah kredit yang belum cair ini mencapai 30,04% dari total kredit yang sebesar Rp 2.403,66 triliun. Komposisinya, committed sebesar Rp 276,58 triliun dan uncommitted Rp 445,48 triliun. Secara tren, undisbursed loan terus meningkat sejak Mei 2011. Ini seiring dengan peningkatan penyaluran kredit bank.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab kondisi ini, mulai dari alasan yang klasik seperti terkendala pembebasan lahan hingga faktor ketidakpastian ekonomi. Selain itu, pengusaha, terutama eksportir, juga bersikap lebih hati-hati dalam berekspansi.
Padahal, jika terjadi penarikan kredit dalam jumlah besar, likuiditas perbankan masih memadai. Akhir Mei, rasio aset likuid perbankan masih 9,13%. Komposisinya, aset likuid primer Rp 570,26 triliun dan aset likuid sekunder
Rp 139,77 triliun.
Selama ini, perbankan selalu menuai kritik karena lambat meningkatkan rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB). Apalagi jika dibandingkan masa sebelum krisis 1998. Jika pada tahun 1997 rasio kredit terhadap PDB mencapai 60,2%, pada 2011 angkanya hanya 29,9% atau terendah dibandingkan negara-negara utama ASEAN.
Direktur Bisnis Kelembagaan dan BUMN Bank Rakyat Indonesia Asmawi Syam, berpendapat, pencairan kredit selalu disesuaikan perkembangan proyek. "Di BRI, penarikan kredit korporasi BUMN meningkat pada semester II. Penarikan ini dari komitmen kredit yang sudah kami berikan," ujarnya pekan lalu.
Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Evi Firmansyah, menambahkan, ada dua penyebab peningkatan undisbursed loan. Yakni, antisipasi keadaan ekonomi, khususnya untuk ekspor manufaktur, komoditas, dan tambang. "Faktor lain, debitur memperoleh dana dari obligasi, rights issue, atau penawaran saham perdana (IPO) sehingga komitmen kredit tidak dicairkan," ujarnya.
Adapun Direktur Business Banking CIMB Niaga, Handoyo Soebali, menduga, tingginya undisbursed loan karena debitur belum mampu memenuhi syarat penarikan pinjaman meski kredit sudah disetujui.
Menurutnya, terlalu dini menyimpulkan peningkatan undisbursed loan terjadi karena pengusaha menunda penarikan kredit akibat antisipasi terhadap perlambatan ekonomi. "Meski faktanya terjadi penurunan ekspor, kita tidak bisa menyimpulkan itu sebagai pemicu," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News