Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membatasi perusahaan asuransi yang melego produk penjaminan atawa suretyship. Pasalnya, wasit industri keuangan itu sering mengendus sengketa klaim terhadap produk yang menjamin prinsipal melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak tersebut.
Bahkan, tidak sedikit pengaduan dari nasabah di industri asuransi yang mengeluhkan tentang produk penjaminan. Pengaduan terkait produk penjaminan kebanyakan berupa pemberitahuan awal adanya wanprestasi yang disampaikan oleh pemilik proyek. Belum bisa dikategorikan klaim yang tidak dibayarkan.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK mengungkapkan, saat ini, sebanyak 40 - 50 perusahaan asuransi menjual produk penjaminan. Namun, tidak lama lagi, pihaknya akan mengkaji ulang izin perusahaan-perusahaan asuransi yang bisa dan tidak melego produk penjaminan.
"Ada beberapa perusahaan asuransi yang memiliki produk penjaminan cuma untuk ikut lelang saja. Sekadar untuk kelengkapan produk. Padahal, mereka tidak serius disitu. Walhasil, sering terjadi perselisihan antara pemilik bangunan dengan kontraktor, misalnya, ketika terjadi klaim. Makanya, ke depan, kami akan kaji ulang, kami akan batasi," ujarnya, akhir pekan lalu.
Sebagai langkah awal, pada Januari 2015, OJK telah melakukan pertemuaan koordinasi dengan KSCBI (Kerjasama Surety dan Custom Bond Indonesia). OJK mengklaim, terjadi kesepahaman antara pihaknya dengan KSCBI untuk melakukan standarisasi produk suretyship yang meliputi, wording sertifikat jaminan, pedoman underwriting, kewajiban dukungan reasuransi dalam negeri.
Selanjutnya, OJK bersama KSCBI akan melakukan sosialisasi standarisasi produk suretyship kepada pemberi kerja (obligee). KSCBI sendiri akan bertindak sebagai badan yang mengelola data dan profil risiko pada lini usaha suretyship. Perusahaan yang memasarkan suretyship diwajibkan untuk menjadi anggota KSCBI dan mensesikan sejumlah risiko tertentu.
"Saat ini, standarisasi terhadap hal-hal tersebut sedang dirumuskan oleh OJK dan KSCBI untuk selanjutnya dituangkan dalam bentuk rancangan produk hukum OJK. Kami akan bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang didasari dengan MoU soal konsorsium surety yang menjamin pelaksanaan proyek-proyek pemerintah melalui dua lembaga negara tersebut," terang Firdaus.
Data yang dilansir Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut, ada 45 perusahaan asuransi umum yang terdaftar resmi memasarkan produk penjaminan. Antara lain, Allianz Utama, Adira Insurance, Asuransi Asoka Mas, Asuransi Astra Buana, Binagriya Upakara, ABDA, Asuransi Central Asia dan Asuransi Jasindo (Persero).
Izin usaha 45 perusahaan asuransi umum ini sesuai dengan Surat OJK Nomor S-329/NB.2/2014 dan S-91/NB.24/2014 tanggal 11 September 2014. Surat ini sekaligus mensyaratkan perusahaan asuransi untuk mencantumkan klausula yang berbunyi tidak menjamin kerugian yang disebabkan oleh praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Izin produk penjaminan oleh perusahaan asuransi diberikan dalam rangka mendukung penyelenggaraan kegiatan barang/jasa pemerintah. Namun, kami akan lihat kembali, untuk dibenahi apakah sudah sesuai atawa sekadar untuk kelengkapan produk. Untuk menghindari sengketa yang mungkin terjadi," imbuh Firdaus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News