Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Kekeringan likuiditas masih mengintai perbankan Tanah Air. Buktinya, dua otoritas memonitor ketat pergerakan likuditas di perbankan. Saat ini, Bank Indonesia (BI) memantau likuiditas Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II dan BUKU III. Alasannya, bank di ketagori ini kian gencar menyalurkan kredit sehingga membutuhkan dana pihak ketiga (DPK) demi mencapai target.
Mereka yang masuk kategori BUKU II adalah bank dengan modal inti Rp 1 triliun-Rp 5 triliun. Selanjutnya, BUKU III adalah bank dengan modal inti Rp 5 triliun-Rp 30 triliun. "Mereka harus hati-hati, karena kalau target tidak terpenuhi mereka akan menaikan suku bunga sehingga akan memperburuk risiko kredit," jelas Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI.
Demi mengantisipasi efek lebih besar, BI berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memantau kondisi likuiditas bank-bank tersebut. "Tapi secara keseluruhan, likuiditas bank mulai membaik," tambah Halim. Setali tiga uang, Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan, pihaknya terus memonitor kelompok bank yang masih paceklik likuiditas.
Yang berbeda, fokus pengamatan OJK adalah bank yang memiliki rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) lebih dari 80%-90%. "Bank yang memiliki rasio LDR di atas 100% kebanyakan adalah kelompok bank asing karena mereka mengandalkan dana dari induk usahanya," ujar Muliaman, Senin (18/8).
Selain kantor cabang bank asing (KCBA), OJK juga mengawasi sejumlah bank yang seret likuiditas. Langkah yang dilakukan OJK adalah meminta bank memperlambat kredit. Hingga kini sejumlah bank sudah memangkas target kredit. Namun, bank masih mematok kredit mampu tumbuh dobel digit. Misal, CIMB Niaga yang menurunkan target pertumbuhan kredit menjadi sebesar 11%.
Proyeksi BI, DPK tumbuh maksimal 14%-15% di tahun ini. Namun, bank harus bekerja keras untuk mencapainya. Sebab, hingga Mei 2014, DPK perbankan hanya tumbuh tipis sebesar 2,55%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News