Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini terus menggodok aturan baru terkait penyelenggaraan fintech peer-to-peer (P2P) lending. Salah satu yang diatur dalam aturan tersebut ialah mengenai penggabungan atau merger bagi sesama pemain fintech P2P lending.
Sejatinya, aturan tersebut sudah direncanakan sejak akhir tahun 2020 hanya saja hingga saat ini belum dirilis oleh OJK. Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan bahwa peraturan tersebut masih dalam pembahasan. “Saat ini, masih dalam proses rule making rule,” ujar Sekar kepada KONTAN.
Sekar menyebut, salinan rancangan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) sedang dalam tahap permintaan pendapat kepada publik. Oleh karena itu, salinan rancangan POJK tersebut dapat dilihat juga di situs OJK.
Dilansir dari salinan rancangan POJK tersebut di situs OJK, terdapat beberapa hal pengaturan yang perlu dilakukan jika hendak melakukan penggabungan maupun peleburan bagi para pemain fintech lending.
Baca Juga: Ini daftar terbaru fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin dari OJK
Pertama, aturan tersebut mengatur bagi para pemain fintech lending yang ingin melakukan penggabungan atau peleburan harus memiliki prinsip pendanaan yang sejenis.
Setelah itu, pemain fintech lending juga perlu menyiapkan beberapa dokumen untuk dilampirkan sebelum mendapat persetujuan dari OJK terkait rencana penggabungan maupun peleburan tersebut.
Adapun, lampiran yang perlu disertakan, antara lain ringkasan rancangan penggabungan atau peleburan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, rencana akta risalah RUPS atau rapat anggota.
Lalu, rencana akta penggabungan atau peleburan, laporan keuangan terakhir yang telah diaudit pada masing-masing penyelenggara, laporan keuangan proforma dari penyelenggara hasil penggabungan atau peleburan. Kemudian, susunan organisasi hasil penggabungan atau peleburan, dan daftar pemegang saham dan rinciannya sampai ultimate shareholder/beneficial owner.
Di dalam salinan rancangan POJK tersebut juga disampaikan beberapa syarat agar proses penggabungan memperoleh persetujuan dari OJK. Pertama, penggabungan atau peleburan tersebut tidak mengurangi hak pengguna. Kedua, penggabungan atau peleburan ini telah masuk dalam rencana bisnis.
Terakhir, kondisi keuangan penyelenggara hasil peleburan atau penggabungan harus memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Dalam hal ini yang dimaksud ialah memiliki ekuitas 0,5% dari total pendanaan yang belum dilunasi (outstanding) harian berjalan atau sekurang-kurangnya mencapai Rp 10 miliar.
Menanggapi peraturan yang sedang digodok pemerintah terkait penggabungan atau akuisisi tersebut, salah satu pemain fintech lending syariah, Alami, menyampaikan bahwa belum ada rencana untuk melakukan merger. Asal diketahui saja, baru-baru ini Alami justru melakukan akuisisi terhadap salah satu BPRS di Jakarta.
“Saya rasa kalau ke sesama fintech lending belum ada rencana dan sepertinya tidak,” ujar CEO Alami Dima Djani kepada KONTAN.
Selanjutnya: Makin semarak, perbankan kian rajin berkolaborasi dengan pemain fintech lending
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News