Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Stress test yang dilakukan Bank Mandiri menunjukkan belum ada kondisi yang mengkhawatirkan terhadap penyaluran kredit, termasuk kredit ke sektor manufaktur.
Belajar dari pengalaman krisis 2008, Bank Mandiri mengaku memiliki pencadangan cukup kuat. "Saat krisis 2008, pencadangan kami 138%. Kenaikan NPL hanya 1,4%, dari 4,4% menjadi 5,8%. Per Juni 2011, rasio pencadangan kami sebesar 172%," ungkap Direktur Keuangan Bank Mandiri Pahala N Mansury, Kamis (6/10).
Dengan pencadangan tersebut, Bank Mandiri optimistis profitabilitas bank pelat merah ini tidak akan berimbas. Sekedar catatan, pada 2008 Bank Mandiri membukukan laba sebesar Rp 5,3 triliun dan pada 2009 sebesar Rp 7,1 triliun.
"Kalau NPL sudah 3% baru masuk peringatan awal. Kalau NPL di atas 5% baru itu disebut krisis," kata Pahala.
Mengenai penilaian Bank Dunia soal ekspor manufaktur Indonesia bakal menerima pengaruh paling berat dari perlambatan ekonomi di Amerika Serikat dan Uni Eropa, Bank Mandiri mengaku tidak khawatir.
Pasalnya, porsi kredit manufaktur Bank Mandiri masih di bawah rata-rata persentase nasional. "Kredit manufaktur kami masih di bawah 30%, sementara nasional 40%," ujarnya.
Ia menambahkan, sejauh ini Bank Mandiri belum melihat perlunya melakukan pengetatan penyaluran kredit di sektor manufaktur. Sekali lagi, mengacu pada stress test, Bank Mandiri belum melihat ada gejala mengkhawatirkan.
Saat ini fokus ekspansi kredit Bank Mandiri tertinggi ke sektor perkebunan, kelistrikan, dan perdagangan. Rata-rata ekspansi kredit di ketiga sektor tersebut per kuartal dua 2011 sekitar Rp 2 triliun - Rp 6 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News