Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penempatan dana perbankan di surat-surat berharga seperti Surat Berharga Negara (SBN) hingga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mengalami peningkatan seiring dengan penawaran imbal hasil yang lumayan tinggi dan minimnya risiko yang menjadi daya tarik.
Meski demikian, sejumlah perbankan menghalau persepsi jika hal tersebut dapat membuat kinerja kredit jadi loyo.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya, bank swasta terbesar di Indonesia ini mencatatkan total dana yang ditempatkan pada instrumen surat berharga mencapai Rp 347,5 triliun.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn merinci, komposisi terbesar adalah penempatan dana pada obligasi pemerintah. Selain itu, terdapat pula penempatan dana pada SRBI dan surat berharga lainnya.
Baca Juga: Pembiayaan Belanja Pemerintah Berpotensi Semakin Mahal
Hera menyebut penempatan dana pada instrumen surat berharga merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas perusahaan.
Di samping itu BCA sebagai Lembaga perbankan tetap menjalankan fungsi utamanya sebagai sarana intermediasi ekonomi dengan menyalurkan kredit yang masih mampu tumbuh tinggi.
“Strategi penempatan dana di surat berharga dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat,” ungkap Hera kepada Kontan, Jumat (19/7).
Per Maret 2024, penyaluran kredit BCA naik 17,1% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 835,7 triliun. Pertumbuhan tersebut berada di atas rata-rata industri.
“Ditopang likuiditas yang solid serta mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif, kami optimis menjaga pertumbuhan kredit berkualitas secara berkelanjutan,” ungkapnya.
Sementara itu Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, pihaknya tetap fokus dalam menyalurkan kredit, meskipun penempatan dana di instrument investasi sepertu SBN dan SRBI juga tetap dilakukan
“Kami tetap fokus pada kredit, karena jauh bisa tetap memberikan margin yang sehat. Namun ada juga penempatan di instrument seperti SRBI untuk diversification tetapi tidak significant (naiknya),” kata dia.
Jika melihat laporan keuangan Bank CIMB Niaga, penempatan dana di Bank Indonesia tercatat sebesar Rp 4,55 triliun per Mei 2024, naik 13,7% yoy dari posisi tahun lalu yang sebesar Rp 4 triliun per Mei 2023.
Sementara itu kredit CIMB Niaga masih mampu tumbuh mini sebesar 3,77% per Mei 2024, dengan kredit yang disalurkan sebesar Rp 203,18 triliun.
Di sisi lain, bank lainnya seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk (OKE Bank) juga mencatat adanya tren peningkatan penempatan dana di SBN & SRBI pada semester I-2024, dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan, peningkatan tersebut merupakan salah satu upaya bank untuk pemenuhan kewajiban penyediaan Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder & Ratio AL/DPK atau likuiditas sejalan terus bertumbuhnya DPK di Bank Oke.
Baca Juga: Duit Bank Mengalir dari Surat Utang Negara ke SRBI
“Saat ini penempatan dana Bank Oke di SBN sebesar lebih kurang Rp 1,3 triliun, dan penempatan dana di SRBI sebanyak Rp 200 miliar,” ungkap dia.
Lebih lanjut Efdinal mengungkapkan, pertimbangan penempatan pada instrument tersebut sebagai upaya bank dalam memaksimalkan imbal hasil atas pengelelolaan surat-surat berharga yang diperuntukan pemenuhan kebutuhan GWM sekunder dan likuiditas bank.
Di sisi lain, Efdinal menyebut Bank Oke tetap mengutamakan fungsi intermediasi, dimana menurutnya risiko kredit adalah sesuatu yang harus dihadapi oleh Bank. Oleh karena itu menurutnya bank perlu melakukan mitigasi pada semua jenis investasi yang dilakukan.
“Bank sudah mempertimbangkan cost and benefitnya, dan tentu saja diambil pilihan yang paling optimum hasilnya,” ungkapnya.
Adapun keputusan untuk mengalokasikan dana di SRBI atau SBN atau kredit yang berisiko harus didasarkan pada analisis yang cermat terhadap potensi keuntungan dan risiko masing-masing.
Menurut efdinal pendekatan terbaik seringkali adalah dengan melakukan diversifikasi yang baik, sehingga bank dapat mengoptimalkan imbal hasil sambil mempertahankan tingkat risiko yang dapat diterima.
Tidak ketinggalan dengan BPD, Bank Jatim juga mencatatkan peningkatan penempatan dana di SRBI pada Kuartal II-2024. Direktur Keuangan Treasury dan Global Services Bank Jatim Edi Masrianto merinci, lebih dari 60% dari portofolio treasury bank ditempatkan pada instrumen-instrumen bank sentral maupun negara.
“Karena selain bank jatim ditunjuk oleh bank indonesia sebagai primary dealer operasi moneter, bank jatim juga turut melakukan melakukan pendalaman pasar rupiah,” ungkapnya.
Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Menguat di Tengah Potensi Suku Bunga The Fed Turun Lebih Cepat
Edi merinci, besaran porsi instrumen SRBI, SBN, dan pembendaharaan negara masing-masing di kisaran 27%-30% per Juni 2024. Hal ini dilakukan dalam rangka pemeliharaan likuiditas internal bank maupun pemenuhan ketentuan regulator terkait PLM (penyangga likuiditas makroprudensial).
Meski begitu, Edi menyebut Bank Jatim tetap mengutamakan penyaluran pinjaman sebagaimana tujuan utama sebagai lembaga intermediary. Di sisi lain, sebagai upaya untuk memaksimalkan pendapatan atas dana yang belum tersalurkan, serta sebagai Primary dealer yang memiliki kewajiban untuk mengikuti lelang untuk pemenuhan posisi bank sendiri maupun kepentingan bank lain, maka Bank Jatim juga turut menggunakan instrumen SRBI sebagai alternatif pilihan untuk meningkatkan pendapatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News