Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas industri Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di Tanah Air, dinilai terlambat. Sebab, sudah 10 tahun lamanya OJK direncanakan, tapi baru sekarang resmi berjalan.
Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengungkapkan, kejadian pada Otoritas Keuangan di Inggris atau Financial Supervisory Agency (FSA) seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk lebih mengawasi industri keuangan lebih baik lagi.
"Indonesia perlu waktu lebih dari 10 tahun melahirkan OJK dan ternyata tren itu terlambat. Kelahiran OJK ini sangat-sangat lambat," ujar Sigit di Jakarta, Senin (17/3).
Menurut Sigit, pembelajaran yang dapat diambil dari keberadaan FSA atau otoritas keuangan di Inggris yang terbentuk pada 1 Juni 1998 lalu, saat ini tugasnya justru dialihkan kembali pada Bank Sentral Inggris yakni Bank Of England (BOE).
Pengembalian tugas pengawasan perbankan kepada BOE tersebut dikarenakan FSA yang beroperasi sudah 12 tahun sejak tahun 1998 masih saja terkendala pada masalah internal, khusunya yang berkaitan dengan proses merger sembilan otoritas pengawasan yang tidak kunjung selesai.
Setelah itu, sampai dengan tahun 2007, beberapa lembaga keuangan, seperti asuransi, bisnis investasi, dan juga bank terus berjatuhan saat diawasi oleh FSA. Karena itu, menurut Sigit, kejadian yang menimpa FSA tersebut harusnya bisa menjadi pelajaran bagi OJK untuk lebih mengawasi industri keuangan lebih baik lagi.
"Jika OJK tidak bisa mengemban tugasnya dengan baik maka kejadian seperti FSA tersebut bisa terjadi pada OJK. Negara-negara lain mencoba untuk memindahkan kembali pengawasan bank ke bank sentralnya masing-masing. Ini sekali lagi trennya sudah berubah, kenapa Inggris mencoba untuk mengembalikan tugasnya, karena mereka (FSE) gagal, ternyata tidak bisa menyelamatkan industri keuangan dengan yang seharusnya," kata Sigit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News