kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Perbankan Menanti Aturan Spin Off Unit Usaha Syariah dari OJK


Sabtu, 17 Desember 2022 / 06:30 WIB
Perbankan Menanti Aturan Spin Off Unit Usaha Syariah dari OJK


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar gembira bagi bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS). Spin off atau pemisahan UUS menjadi entitas yang berdiri sendiri atau jadi Badan Usaha Syariah  (BUS) tidak lagi diwajibkan oleh undang-undang mulai 2023. 

Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang baru disahkan parlemen tak lagi mencantumkan pasal yang mewajibkan UUS untuk spin off. 

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebelumnya, UUS diwajibkan spin off UUS wajib dilakukan selambatnya pada akhir Juni 2023 atau jika asetnya sudah 50% dari induk.

Baca Juga: Menakar Dampak RUU PPSK Bagi Ketahanan Perbankan Nasional

UU baru itu hanya memberikan mandat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membuat aturan berisi syarat terkait spin off UUS. UU P2SK juga memungkinan OJK meminta bank melakukan pemisahaan UUS menjadi BUS dalam rangka konsolidasi. 

Industri perbankan syariah mengapresiasi UU baru itu karena sesuai dengan apa yang sudah mereka perjuangkan. 

Pandji Djajanegara, Direktur Syariah CIMB Niaga mengatakan, pihaknya dan juga Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) dari awal setuju dengan spin off UUS. Namun, kriteria dan kapan spin off harus dilakukan yang ingin diperjuangkan mereka sejak awal UU itu dirancang. 

"UU P2SK ini tentunya lebih baik dari UU lama dimana spin off diwajibkan di 2023. Di UU baru ini, kriteria dan kapan spin off dilakukan akan diatur kemudian oleh OJK, setelah berkonsultasi dengan DPR," kata Pandji pada Kontan.co.id, Jumat (16/12).

Sementara CIMB Niaga melalui Asbisindo telah mengusulkan ke OJK agar kewajiban spin off dilakukan jika asetnya sudah mencapai 50% dari aset entitas induknya. 

Namun, Pandji mengatakan, pihaknya belum tahu apakah usulan tersebut akan diterima OJK atau tidak. 

"Nanti kalau sudah waktunya, OJK dalam menyusun suatu peraturan pasti akan melibatkan industri, tapi mungkin ini baru tahun depan," lanjutnya.

Per Juni 2022, aset UUS CIMB Niaga Syariah mencapai Rp 58,91 triliun. Sedangkan aset CIMB Niaga pada periode itu tercatat Rp 310 triliun.

Hingga akhir tahun, unit syariah ini menargetkan aset bisa tembus Rp 60 triliun.

Baca Juga: Masih Menunggu Kajian OJK, Bank Jatim Tunda Rencana Spin off Unit Usaha Syariah

"Untuk financing diharapkan tahun 2022 ini bisa naik 25%," kata Pandji.

Bank Permata juga menyampaikan hal serupa. Direktur Unit Usaha Syariah Bank Permata Herwin Bustaman mengatakan, kehadiran UU itu baik untuk industri. 

"Dengan diperbolehkannya model bisnis UUS ini, nasabah-nasabah yang jumlah rekeningnya di seluruh UUS sudah lebih dari Rp 10 juta tidak lagi kuartir akan terjadinya penurunan kualitas tingkat jasa dan layanan karena ada spin off," kata Herwin.

Sejauh ini, menurut Herwin, belum ada pembahas formal dengan regulator terkait penyusunan aturan mengenai spin off. 

Namun, ia menyakini bahwa OJK tentu akan mempertimbangkan nasabah-nasabah yang ada di UUS dan pemangku kepentingan lainnya sehingga POJK yang diterbitkan tidak akan menghambat pertumbuhan perbankan Syariah.

UUS PT Bank Permata Tbk mencatatkan total aset sebesar Rp 29,83 triliun hingga 30 Juni 2022. Adapun tahun depan, aset dan pembiayaan ditargetkan tumbuh sekitar 10%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×