Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran pembiayaan industri fintech peer to peer (P2P) lending tercatat makin mengembang pasca momen Lebaran tahun ini. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pembiayaan fintech P2P lending mencapai Rp 80,94 triliun per April 2025. Nilai itu tercatat tumbuh sebesar 29,01% secara Year on Year (YoY).
Jika ditelaah pertumbuhan outstanding pembiayaan fintech lending per April 2025 meningkat, dibandingkan posisi bulan sebelumnya. Adapun pertumbuhan outstanding pembiayaan fintech lending per Maret 2025 sebesar 28,72% YoY dengan nilai mencapai Rp 80,02 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik Djafar tak memungkiri pertumbuhan fintech lending yang makin mengembang itu dikarenakan adanya permintaan yang tinggi oleh masyarakat pasca Lebaran.
Baca Juga: Outstanding Pembiayaan Fintech P2P Lending Capai Rp 80,94 Triliun per April 2025
"Betul, peningkatan tersebut karena adanya kebutuhan pasca Lebaran, yang mana permintaan terhadap pinjaman masih tinggi," ungkapnya kepada Kontan, Senin (2/6).
Entjik menambahkan kebanyakan yang meminjam di fintech lending adalah masyarakat unbanked dan underserve, terutama pasar ultra mikro, mikro, dan kecil, sehingga permintaan mereka terhadap pinjaman fintech lending juga masih besar.
Sementara itu, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat pola peningkatan pertumbuhan yang terjadi sama seperti periode pasca Lebaran tahun lalu. Adapun pasca Lebaran per Mei 2024, pertumbuhan penyaluran fintech lending juga meningkat mencapai 29,46% YoY.
Mengenai hal itu, dia bilang kebutuhan masyarakat pasca Lebaran bisa dikatakan masih cukup tinggi dan harga bahan pokok juga belum kembali ke level normal.
"Uang masyarakat sudah habis saat Lebaran, tetapi masih perlu untuk memenuhi kebutuhan hidup pada bulan berikutnya. Dengan demikian, bagi sebagian masyarakat, diperlukan pinjaman agar bisa mencukupi kebutuhan mereka. Paling mudah melalui pinjaman daring," ungkapnya kepada Kontan, Senin (2/6).
Dengan adanya permintaan yang masih besar, Nailul menyampaikan penyelenggara fintech lending juga harus waspada ke depannya. Dia bilang bisa saja kredit macet bisa menggelembung apabila tak dilakukan mitigasi risiko yang tepat.
Baca Juga: OJK Catat 15 Fintech P2P Lending Belum Penuhi Ketentuan Ekuitas Rp 7,5 Miliar
"Saya juga khawatir, maraknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan makin membuat permintaan pembiayaan didominasi oleh borrower yang secara kualitas buruk, terutama akibat terkena PHK," kata Nailul.
Sebagai informasi, OJK mencatat tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 fintech P2P lending per April 2025 sebesar 2,93%. Adapun TWP90 per April 2025 tercatat memburuk dari posisi April 2024 yang sebesar 2,79%.
Angka TWP90 per April 2025 juga terbilang memburuk, jika dibandingkan dengan posisi Maret 2025 yang sebesar 2,77%.
Selanjutnya: Fahri Hamzah Butuh Guyuran Rp 21,8 Triliun untuk Program Renovasi 1 Juta Rumah
Menarik Dibaca: Pasar Saham dan Obligasi Hancur, Robert Kiyosaki Bilang Orang Rame-Rame Beli Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News