Reporter: Annisa Fadila | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyakini industri fintech masih berpotensi untuk berkembang. Terlebih, adopsi fintech di Indonesia kurang dari 20% dan inklusi keuangan masyarakat masih perlu dibangun.
Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko menjelaskan, kehadiran fintech awalnya karena adanya credit gap, sehingga pemberian pinjaman untuk sektor yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan konvensional berpeluang untuk di danai.
Baca Juga: Amartha luncurkan layanan A Star, opsi pendanaan lebih rendah dengan tenor singkat
“Yang hendak digali oleh pelaku fintech memberikan pendanaan kepada masyarakat, dengan menggunakan teknologi. Selain berpeluang, pendekatan yang dilakukan secara konvensional banyak batasan, seperti demografis. Sederhananya, fintech dapat melayani masyarakat dengan beroperasi 24 jam,” ujar Sunu dalam webinar baru-baru ini.
Lanjut ia, pihaknya optimis industri fintech dapat berkembang terbukti dari kumulatif pinjaman yang terus meningkat.
“Secara kumulatif pinjaman ke fintech mengalami peningkatan, namun outstanding sedikit menurun. Ambil contoh, per Juni outstandingnya hanya Rp 11,76 triliun, agak menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, ke depan fintech masih memiliki prospek untuk berkembang, sejalan dengan kebutuhan,” pungkasnya.
Baca Juga: Persentase kematian kasus Covid-19 Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia
Asal tahu saja, per Juni 2020 pinjaman P2P Lending sebesar Rp 113,46 triliun. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), angka ini tumbuh 153,23% yoy, dari posisi pinjaman yang sama tahun lalu hanya Rp 44,8 triliun. Pinjaman tersebut telah disalurkan kepada 158 pemain terdaftar, dimana 33 entitas telah mendapatkan izin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News