Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Maizal Walfajri | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar masih menanti respon Bank Indonesia (BI) terhadap pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang akan digelar pada Rabu (22/6) dan Kamis (23/6).
Sebelum RDG Bank Indonesia berlangsung, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 150 bps sepanjang tahun ini sebagai upaya the Fed untuk menurunkan tekanan inflasi AS.
Beberapa bank sentral dunia juga sudah menaikkan suku bunga acuannya.
RDG Bank Indonesia akan menentukan arah suku bunga acuan. BI mungkin saja mempertahankan suku bunga acuannya atau menaikkannya.
Baca Juga: Rekomendasi Sektor Saham Tangguh di Tengah Ancaman Resesi AS & Kenaikan Suku Bunga
Kedua pilihan tersebut sama-sama punya resiko di tengah proses pemulihan ekonomi.
Di satu sisi, jika RDG Bank Indonesia tak mengerek suku bunganya, maka spread bunga acuan rupiah dengan bunga dollar di AS akan tipis sehingga rupiah akan semakin tertekan. Arus keluar dana asing berpotensi makin deras.
Sebaliknya, kalau bunga acuan rupiah dinaikkan oleh RDG Bank Indonesia, bisa menekan ekonomi karena perbankan akan menaikkan bunga kredit.
Lalu bagaimana ekspektasi para bakir terhadap suku bunga BI yang sedang dirapatkan oleh bank sentral?
Haru Koesmahargyo Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menilai, BI akan mengambil keputusan berdasarkan faktor-faktor global dan domestik.
“Tentunya BI juga akan menaikkan suku bunga acuan ketika jika dipandang inflasi akan terus meningkat dan rupiah terus mengalami pelemahan,” kata Haru pada Kontan.co.id, Selasa (21/6).
Namun, saat ini inflasi Indonesia masih di 3,55% yoy dan depresiasi rupiah yang sebesar -3,9% sepanjang tahun ini (year to date). Angka penurunan itu relatif kecil dibanding mata uang negara berkembang lain.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Menguat Terbatas Pada Rabu (22/6), Saham-saham Ini Bisa Ditimbang
Oleh karena itu, Haru memperkirakan pada bulan ini BI masih fokus pada kebijakan yang bersifat pro-growth dengan mendahulukan kebijakan makro prudensial dibandingkan kebijakan suku bunga.
“Mungkin jika inflasi Indonesia semakin meningkat dan pelemahan rupiah semakin tinggi, BI dapat memulai kenaikan suku bunga acuannya di bulan Juli,” pungkas Haru.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyatakan hal senada.
Kajian tim ekonomi Bank Mandiri melihat potensi kenaikan suku bunga acuan BI, mempertimbangkan kondisi geopolitik global untuk menciptakan stabilitas ekonomi nasional dan nilai tukar.
Kendati demikian, ia menekankan penerapan suku bunga di Bank Mandiri dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan, dari suku bunga acuan dan suku bunga pasar, kondisi likuiditas, hingga arah kebijakan regulator.
“Saat ini posisi SBDK Bank Mandiri untuk setiap segmen sudah cukup kompetitif antara lain untuk kredit Korporasi sebesar 8,00%, kredit ritel 8,25%, kredit mikro 11,25%, kredit konsumsi khusus KPR sebesar 7,25% dan Non KPR 8,75%,” ujar Rudi kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Rudi menyatakan Bank Mandiri akan terus memantau perkembangan suku bunga acuan, posisi likuiditas, dan kompetisi di pasar, sehingga bunga yang berikan ke nasabah tetap kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
- Internasional | 2 Jam 26 Menit lalu
- Internasional | 2 Jam 35 Menit lalu
- Internasional | 3 Jam 12 Menit lalu
- Keuangan | 3 Jam 17 Menit lalu
- momsmoney.id | 3 Jam 18 Menit lalu
- Internasional | 3 Jam 56 Menit lalu
- English | 4 Jam 3 Menit lalu