kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Rencana POJK UMKM, Para Bankir Sebut Sudah Mulai Garap Pasar UMKM


Kamis, 11 Juli 2024 / 20:07 WIB
Rencana POJK UMKM, Para Bankir Sebut Sudah Mulai Garap Pasar UMKM
ILUSTRASI. Tegaskan Komitmen Pada Inklusi Keuangan, KoinWorks Fokuskan Pembiayaan Rantai Pasok untuk UMKM Sektor FMCG


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal merilis peraturan OJK (POJK) terkait usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aturan ini mewajibkan, lembaga jasa keuangan (LJK) termasuk di dalamnya perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, perusahaan pergadaian, asuransi, dan berbagai lembaga jasa keuangan lain untuk memberikan akses pembiayaan kepada UMKM.

Menanggapinya, Efdinal Alamsyah, Direktur OK Bank bilang secara umum RPOJK ini memang feasible untuk dilaksanakan, karena selama ini perbankan sudah memberikan kredit kepada UMKM, dan oleh karena itu setiap bank seyogianya sudah mempunyai kebijakan pemberian kredit kepada UMKM dan setiap tahun sudah dimasukan kedalam RBB bank yang bersangkutan.

"Dengan adanya RPOJK ini ada beberapa hal tambahan kewajiban bagi perbankan misalnya memperbaiki kebijakan yang sudah ada supaya sesuai dengan POJK ini/memberikan edukasi/pendampingan kepada pelaku UMKM/pengembangan SDM internal/dan lain-lain," kata Efdinal kepada kontan.co.id, Kamis (11/7).

Ia menilai, aturan ini tentunya dapat mendorong pertumbuhan bisnis UMKM. RPOJK dapat memberikan kemudahan akses keuangan kepada UMKM untuk membantu pertumbuhan bisnis mereka.

Walau demikian, hal yang harus menjadi perhatian menurut Efdinal dalam RPOJK ini juga terdapat pasal mengatur tentang hapus buku/hapus tagih, padahal saat ini semua bank pastinya sudah memiliki kebijakan mengenai hapus buku/hapus tagih sesuai dengan POJK tentang perkreditan.

"Apakah akan ada perlakuan berbeda dengan POJK sebelumnya untuk hapus buku/hapus tagih kredit yang diberikan kepada UMKM? Timbul kekhawatiran terhadap persepsi dari oknum debitur bahwa kalau mereka tidak mengembalikan pinjaman mereka tidak apa-apa, toh nanti akan dilakukan  hapus buku/hapus tagih," jelasnya.

Baca Juga: OJK akan Merilis Peraturan Terkait UMKM

Segendang sepenarian, Henky Suryaputra, Direktur Finance & Business Planning Bank Sampoerna mengatakan, sebagai bank yang fokus ke UMKM, Bank Sampoerna menyambut baik rancangan POJK ini. Pada akhir kuartal pertama tahun 2024, hampir 2/3 pinjaman yang disalurkan Bank Sampoerna disalurkan ke pengusaha UMKM.

Menurutnya saat ini UMKM memang memiliki potensi yang besar dan bisa langsung mempengaruhi kondiri ekonomi penduduk Indonesia. Dengan adanya rancangan POJK ini, katanya ini juga keberpihakan regulator untuk mendorong kemajuan UMKM dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Regulator juga disebut Henky cukup berimbang dalam hal menekankan bahwa pemberian dukungan dan pembiayaan ke UMKM perlu memperhatikan antara lain kemampuan bank/ lembaga keuangan dan risiko yang dihadapi.

"Saya kira hal terpenting dari aturan ini adalah pelibatan banyak pihak untuk mendukung pembiayaan UMKM dan pengaturan yang menekankan pemberian bantuan, tetapi juga pengelolaan risiko dalam pembiayaan ke UMKM. Tentunya aturan ini nantinya perlu lebih dilengkapi dengan ketentuan yang lebih mendetail," ungkapnya.

Baca Juga: BI Salurkan Pembiayaan Syariah Rp 171 Miliar untuk UMKM Halal

Sementara itu, General Manager Divisi Bisnis Usaha Kecil Bank PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Sunarna Eka Nugraha menyampaikan, bahwa BNI menyambut baik adanya RPOJK terkait UMKM yang menunjukkan komitmen stakeholder untuk fokus dalam memperluas akses pembiayaan bagi UMKM dengan tetap memperhatikan tatakelola, manajemen risiko, hingga literasi keuangan bagi UMKM.

"BNI sendiri berkomitmen memperluas pembiayaan UMKM dengan tetap memperhatikan mitigasi risiko melalui, selected market dengan fokus menggarap value chain korporasi, nasabah potensial, digital ecosystem, dan mitra kerjasama, standardisasi proses dengan digitalisasi end-to-end proses kredit," katanya.

Selain itu, penggunaan scoring system yang terkalibrasi secara berkala dalam proses kredit, mendorong literasi digital melalui peningkatan transaksi dan penggunaan produk-produk BNI oleh Debitur (QRIS, Wondr, Agen46), dan melakukan business matching dan mendorong UMKM memperluas akses pasar melalui kerjasama dengan e-commerce dan pihak ketiga lainnya.

Sementara itu, Arianto Muditomo Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran menilai, pada dasarnya sudah berjalan selama ini bahwa sehubungan dengan pembiayaan yang bank berikan pada UMKM melekat peran bank yang lebih komprehensif yaitu penyediaan modal, pengembangan kapasitas, dan memfasilitasi jaringan bisnis bagi UMKM (termasuk literasi digitalisasi khususnya pembayaran).

Namun demikian, membebankan tanggung jawab penuh atas perkembangan UMKM kepada bank setelah pembiayaan dianggap kurang feasible karena beberapa alasan diantaranya risiko Kredit, karena Bank memiliki eksposur risiko kredit yang signifikan ketika menyalurkan pinjaman kepada UMKM. Memastikan perkembangan UMKM berarti menanggung risiko kegagalan usaha yang dapat berakibat pada kerugian finansial bagi bank.

Selain itu, ketidakpastian bisnis, karena keberhasilan UMKM dipengaruhi banyak faktor eksternal di luar kendali bank, seperti kondisi ekonomi, persaingan pasar, dan perubahan regulasi.

"Namun secara tidak langsung, melalui kebijakan, proses dan pembiayaannya bank dapat memaksimalkan perannya untuk memastikan UMKM mendapat pembelajaran tentang manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik yang pada akhirnya akan membuat UMKM berkembang lebih baik," jelas pria yang akrab disapa Didiet ini. 

Menurut Didiet, memasukkan pasal yang mewajibkan bank untuk memastikan perkembangan UMKM saat dan setelah dibiayai sebagai alat ukur keberhasilan bank memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.

Kelebihannya yakni, Bank akan terdorong untuk lebih selektif dalam memilih UMKM yang dibiayai dan memberikan pendampingan yang lebih intensif untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka. Bank juga akan lebih bertanggung jawab atas dampak sosial dan ekonomi dari kegiatan pembiayaan mereka.

Walau demikian, Bank akan menghadapi beban regulasi dan kepatuhan yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan biaya operasional dan menghambat inovasi. Bank juga disebut Didiet mungkin menjadi lebih enggan untuk menyalurkan kredit kepada UMKM yang dianggap berisiko tinggi, sehingga membatasi akses pembiayaan bagi sektor ini, dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara bank dan debitur UMKM.

Jika dilihat dari data Bank Indonesia (BI) porsi kredit perbankan kepada UMKM pada bulan Mei 2024 masih sebesar 7,3% atau mencapai Rp1.368 triliun hal ini masih jauh dari target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) atau rasio pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebesar 30% hingga 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×