kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Sebanyak 126 pinjol ilegal terjaring, berikut modus baru yang perlu diwaspadai


Senin, 28 September 2020 / 18:40 WIB
Sebanyak 126 pinjol ilegal terjaring, berikut modus baru yang perlu diwaspadai
ILUSTRASI. Satgas Waspada Investasi menemukan 126 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal hingga September 2020.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satgas Waspada Investasi menemukan 126 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal hingga September 2020. Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing menyatakan umumnya fintech ilegal memiliki memiliki beberapa macam modus.

“Beberapa modus baru yang digunakan saat ini mengaku memiliki izin dari instansi terkait atau mencantumkan logo instansi terkait. Pencatutan nama penyelenggara fintech P2P lending, perusahaan pembiayaan, perbankan yang terdaftar atau berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan badan usaha lain yang ada di bawah pengawasan instansi lain,” ujar Tongam kepada Kontan.co.id pada Senin (28/9).

Juga ada modus dengan memberikan pinjaman kepada pihak yang tidak meminjam. Hal ini terjadi lantaran, pengguna telah mengunduh aplikasi fintech ilegal dan mengisi data berupa nama, nomor rekening, dan sebagainya. "Ternyata tetap dikirim uang dari aplikasi tersebut. Yang bersangkutan dikenakan bunga, biaya administrasi, dan/atau denda. Data yang bersangkutan juga sudah diambil sejak aplikasi diunduh," papar Tongam.

Baca Juga: Pengaduan investasi bodong berkurang di masa pandemi

Selain itu, modus lain masih juga bermunculan, mulai tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Memiliki bunga pinjaman yang tidak jelas. Begitupun dengan alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama.

“Media yang digunakan. Pelaku fintech ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tapi juga link unduh yang disebar melalui SMS, media sosial, atau dicantumkan dalam situs milik pelaku. Juga menyebar data pribadi peminjam,” tambah Tongam.

Dia menambahkan, fintech nakal juga menerapkan cara penagihan yang tidak sesuai aturan. Tagihan juga dilakukan kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan. Juga menggunakan fitnah, ancaman, hingga pelecehan seksual. Juga penagihan sebelum batas waktu.

Baca Juga: Waspada! Ini daftar 50 usaha gadai swasta ilegal



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×