Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Dia belum bisa memastikan pelaku fintech ilegal merupakan pihak yang sama atau bukan. Namun Tongam menduga pelakunya adalah oknum yang sama atau berkaitan.
"Kami juga belum memperoleh informasi lokasi pasti dari oknum-oknum. Diharapkan melalui proses penegakan hukum, lokasi oknum dapat diperoleh penegak hukum seperti kasus fintech yang sudah ditangani oleh Bareskrim Polri dan Polres Metro Jakarta Utara," tutur Tongam.
Oleh sebab itu, dia berharap partisipasi masyarakat untuk melaporkan fintech ilegal kepada penegak hukum. Semua temuan Satgas Waspada Investasi ini identitasnya sudah diserahkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk diblokir aksesnya di laman internet dan di aplikasi jaringan seluler.
Satgas juga sudah menyampaikan laporan informasi identitas fintech lending ilegal ini kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum. Adapun total fintech ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi untuk ditutup sejak tahun 2018 hingga September 2020 mencapai 2.840 entitas.
Baca Juga: Memburu cuan sekaligus membantu UKM lewat equity crowdfunding
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan di era digital, tawaran pinjaman online melalui SMS semakin marak, apalagi di saat pandemi COVID-19 saat ini. Dia memastikan tawaran lewat SMS ini adalah dari pelaku fintech ilegal alias tidak terdaftar di OJK. Jenis tawarannya dengan iming-iming yang menggiurkan dan akhirnya akan merugikan masyarakat.
Adrian mengatakan, pelaku fintech ilegal mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang akibat pandemi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif. "Padahal pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi, jangka waktu pinjaman pendek dan mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone. Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan. Waspada dan jangan mudah tergiur,” ucap Adrian.
Adrian menjelaskan fintech P2P lending yang sudah terdaftar di OJK dilarang untuk menawarkan produk atau promosi melalui pesan singkat SMS. Hal ini diatur dalam Peraturan OJK nomor 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Pasal 19 dalam beleid itu menyebut Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi yang bersifat personal (email, short message system (SMS), dan voicemail) tanpa persetujuan konsumen.
Baca Juga: Waduh, kredit bermasalah fintech P2P lending naik jadi 7,99% per Juli 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News