Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurunkan rasio kredit macet eksisting masih jadi pekerjaan rumah sejumlah bank hingga akhir tahun ini, disamping terus mengantisipasi pemburukan kualitas kredit yang masih lancar di tengah ketidakpastian ekonomi.
Penjualan aset kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) secara borongan atau bulksales salah satu langkah yang dikaji untuk mempercepat perbaikan kualitas aset, selain dengan lelang. Mekasnismenya lewat asset swap atau tukar guling aset dengan surat berharga.
Cara tersebut sudah berhasil dilakukan bank swasta, namun bank BUMN masih sulit untuk menjalankan skema tersebut lantaran harus memenuhi banyak perizinan mulai dari regulator keuangan dan pemerintah.
Baca Juga: Stabilitas Jasa Keuangan Terjaga & Penguatan Kinerja Berlanjut Hingga Akhir Tahun
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) saat ini sedang berupaya menurunkan NPL kredit kontruksi di segmen perumahan lewat mekanisme swap tersebut.
Per kuartal III 2022, NPL BTN di sektor ini mencapai 24,32%.
Elisabeth Novie Riswanti, Direktur Remedial & Wholesale Risk Bank BTN mengungkapkan total portofolio kredit konstruksi gedung highrise BTN mencapai Rp 11,2 triliun saat ini.
Perseroan menargetkan bisa mengantongi penjualan aset lewat swap Rp 1 triliun untuk tahap pertama yang diharapkan bisa terealisasi akhir tahun ini atau paling lambat kuartal I-2023. Aset yang akan dijual itu berasal dari sektor highrise building.
"Asset sales ini tetap berjalan dan ditargetkan bisa terealisasi tahun ini atau selambat-lambatnya kuartal pertama tahun depan." kata Novie kepada KONTAN, Selasa (6/12).
Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu sebelumnya menjelaskan, penjualan aset lewat swap tersebut belum pernah dilakukan bank BUMN sebelumnya. BTN membutuhkan izin dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), opini positif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan setelahnya izin dari OJK.
PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) juga berupaya melakukan bersih-bersih aset. Bank ini sudah berhasil menurunkan NPL dengan melakukan aset swap tahun ini.
Henry Sawali Direktur Bank Bukopin mengatakan, langkah-langkah perbaikan dilakukan secara terus menerus mulai dari sisi depan dan belakang untuk meningkatkan kualitas kredit. "Kami tetap berkomitmen menjalankan strategi menurunkan NPL sesuai komitmen yang ada di RBB (rencana bisnis bank)," katanya.
Bank KB Bukopin menargetkan NPL net 3,6% pada akhir 2022. Adapun per Juni, NPL net perseroan sudah melandai ke 3,96% dari 4,91% pada 2021. Adapun NPL gross ditargetkan bisa mencapai 5,94% pada akhir tahun dari 10,66% pada akhir 2021.
Baca Juga: Rasio Pembiayaan Bermasalah Capai Dobel Digit, Begini Strategi LPEI Tekan NPF
Aset swap pertama sudah dilakukan dengan menjual aset bermasalah dan kredit berisiko Rp 4,13 triliun dari 180 debitur kepada IDMB United Pte Ltd (IUL) Singapore sebagai special purpose company (SPC) dengan nilai jual Rp 2,65 triliun atau setara US$ 183,1 juta.
Mekanisme pembayaran ditempuh melalui penerbitan private bond US$ 180 juta dengan tenor 5 tahun. Obligasi dibayar setengah tahunan dengan kupon sebesar 2% per tahun untuk tahun pertama dan kedua, sebesar 3% per tahun untuk tahun ketiga, dan 4% untuk tahun keempat dan kelima.
KB Kookmin Bank selaku pengendali KB Bukopin, akan menerbitkan Stand-by Letter of Credit (SBLC) senilai US$ 185 juta tanpa syarat dan tidak dapat dibatalkan. KB Kookmin turut menyediakan fasilitas kredit revolving (RCF) sebesar US$ 20 juta kepada IDMB selama periode 5 tahun.
Kedua, Bukopin melakukan menjual NPL dengan asset swap sebesar Rp 1,3 triliun pada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Dalam hal ini, PPA melakukan penerbitan instrumen keuangan syariah.
Sementara Bank BRI terus berupaya mengakselerasi lelang untuk menurunkan aset bermasalah. Hingga September 2022, perkembangan penjualan agunan kredit macet di bank ini terus menunjukkan peningkatan.
Baca Juga: BTN Sudah 3 Tahun Menghindari Penyaluran Kredit Konstruksi Apartemen
"Itu tercermin dari frekuensi lelang yang sudah mencapai 2.107 kali lelang dengan produktifitas lelang sebesar 29,23%," kata Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI.
Dari sana, BRI telah mengantongi recovery income Rp 8,2 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun ini, naik 27,5% dari posisi yang sama tahun lalu.
Aestika menambahkan, BRI akan terus melakukan akselerasi percepatan lelang dengan bekerjasama dengan DJKN dan BPN untuk meningkatkan produktivitas lelang, peningkatan pemasaran agunan melalui berbagai media online dan offline serta bekerjasama dengan balai lelang dan broker properti.
"Tahun ini, BRI menargetkan recovery income bisa mencapai Rp 10,4 triliun. Kami yakin target bisa tercapai," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News