Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam mengelola investasinya, industri Dana Pensiun banyak menempatkan asetnya ke obligasi terutama pada Surat Berharga Negara (SBN). Hal tersebut dikarenakan tren suku bunga deposito yang terus menurun sehingga ada perubahan penempatan aset dari deposito ke SBN.
Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2021, investasi dana pensiun ke SBN menyentuh Rp 88,18 triliun, naik 25,43% dari periode sama tahun lalu yang hanya menyentuh Rp 70,30 triliun. Alhasil, SBN menjadi instrumen paling besar yang dimiliki oleh industri dapen yang total investasinya mencapai Rp 307,16 triliun.
Sementara itu, aset deposito berjangka yang sebelumnya menjadi instrumen terbesar dengan nilai Rp 81,59 triliun di Agustus 2020, turun 3,6% yoy menjadi Rp 78,65 triliun.
“Saat ini ada pergeseran dari Deposito ke SBN karena suku bunga deposito cenderung turun. Namun, portofolio lain relatif stabil,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi.
Bambang menilai hingga akhir tahun dana kelolaan industri dana pensiun masih akan tumbuh di kisaran 7% yoy secara industri. Adapun, dana kelolaan tersebut bersumber dari akumulasi dari iuran dan pengembangan investasi dikurangi pembayaran manfaat pensiun.
Baca Juga: BP Tapera rilis Kontrak Investasi Kolektif (KIK) pemupukan dana tapera pasar uang
Meskipun hingga akhir tahun masih terlihat tumbuh, Bambang bilang kalau di tahun-tahun berikutnya ada kemungkinan besar bahwa dana kelolaan tersebut bisa turun.
“Kemungkinan besar semakin menurun karena tingkat suku bunga acuan semakin rendah,” tambah Bambang.
Tak berbeda jauh, DPLK Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) juga melakukan diversifikasi investasi salah satunya pemilihan instrumen investasi obligasi mengingat tren suku bunga yang cenderung turun.
“Tentunya disesuaikan dengan pilihan investasi dari peserta DPLK Bank BJB,” ujar Direktur Utama BJB Yuddy Renaldy.
Per September 2021, pertumbuhan dana kelolaan investasi DPLK Bank BJB per tumbuh sebesar 19,45% yoy dengan total kelolaan investasi sekitar Rp 870 miliar. Saat ini, sebagian besar pemilihan instrumen investasi yang dipilih oleh para peserta adalah pasar uang karena dinilai relatif lebih aman.
Sedikit berbeda, DPLK Syariah Muamalat justru masih banyak menempatkan dana kelolaan investasinya di instrumen deposito. Hingga September 2021, instrumen deposito masih mendominasi sebesar 66%.
Dana kelolaan investasi per September 2021 pun tercatat Rp 1,4 triliun. Capaian tersebut mengalami kenaikan 7% secara yoy dan 5% jika dilihat secara year to date.
Baca Juga: Likuiditas Berlimpah, Lelang Sukuk Negara Ramai Peminat
“Pilih deposito, karena profil risiko nasabah rata-rata masih konservatif dan cari investasi yg aman. Mengingat, pemilihan investasi di DPLK adalah pilihan peserta, bukan kami pengurus yang menentukan,” ujar Senior Vice President & Executive DPLK Syariah Muamalat Sulistyowati.
Meskipun demikian, pada masa tren suku bunga rendah seperti sekarang ini, Sulistyowati bilang pihaknya akan lebih memaksimalkan untuk instrumen sukuk pada portofolio investasinya.
Hanya saja, masih banyaknya nasabah yang memilih instrumen deposito menjadi tantangan tersendiri. Ia menilai hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang nasabah terima terkait produk investasi pasar modal atau memang profil nasabah yang masih konservatif.
“Padahal untuk instrumen deposito return saat ini sangat rendah, sehingga ini mempengaruhi ROI kami,” pungkas Sulistyowati.
Selanjutnya: Return obligasi negara naik, investor domestik masih menopang pasar SUN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News