kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,33   6,87   0.75%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI vs Pemerintah: Seputar Pembentukan OJK


Jumat, 18 Juni 2010 / 16:54 WIB
BI vs Pemerintah: Seputar Pembentukan OJK


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

JAKARTA. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampaknya terus mengundang kontroversi. Pemerintah bersikeras, OJK harus terbentuk akhir tahun ini, sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Sementara Bank Indonesia meminta agar pembentukan OJK dikaji ulang.

Dengan dalih, Financial Services Authority dibubarkan Pemerintah Inggris, bank sentral Indonesia itu meminta draf final Rancangan Undang-Undang OJK dikaji kembali. "Kejadian ini harus menjadi kajian bagi kita semua. Tapi, ini bukan menjadi kewenangan BI, tapi harus inisiatif pemerintah," ujar Darmin Nasution, Pjs Gubernur BI, Jum'at (18/6).

Adapun pemerintah bersikeras OJK harus tetap berdiri sesuai dengan jadwal. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menekankan, hal utama yang harus dilakukan setelah lembaga pengawasan sektor keuangan ini terbentuk adalah menata sistem organisasi, komunikasi tata kelola dan governance-nya sehingga memungkinkan OJK bisa menjalankan fungsinya.

Terlepas dari saling ngotot antara BI dan pemerintah, peran OJK di seluruh dunia sekarang menjadi perhatian. Hal ini dimulai dari keputusan dari Pemerintah Inggris membubarkan otoritas jasa keuanganya, Financial Services Authority (FSA).

Menteri keuangan Inggris baru George Osbors, dalam pidatonya di hadapan parlemen Rabu lalu mengungkapkan, sistem pengawasan lembaga keuangan yang diberlakukan oleh pemerintahan buruh pada tahun 1977 telah 'luar biasa' gagal. “Sekarang, orang-orang Inggris bertanya, bagaimana pemerintah koalisi belajar dari kesalahan-kesalahan itu,” ujar Osborn.

Makanya, pemerintah Inggris akan melakukan reformasi di bidang keuangan. Pemerintah Inggris memutuskan akan menyerahkan sebagian besar tugas kewenangan otoritas jasa keuangan Inggris itu kepada Bank of England (BoE). Rencananya, tugas FSA akan digantikan oleh tiga lembaga pemerintah baru dalam dua tahun ke depan atau di 2010.

Sesuai dengan proposal Osborn ke parlemen, lembaga baru itu terdiri atas suatu badan pengawas yang berstatus anak perusahaan dari Bank Sentral Inggris, komisi kebijakan finansial, serta badan perlindungan pasar dan konsumen.

Dus, adanya keputusan ini, Bank of England yang sekarang memiliki kewenangan di bidang moneter dan stabilitas keuangan, juga akan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya risiko sistemik serta melakukan pengawas terhadap lembaga keuangan di Inggris. Termasuk mengawasi perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di London lewat anak usaha BoA yang baru terbentuk bernama Prudential Regulatory Authority.

Dalam kesempatan itu juga, Osborn juga menyebutkan, pemerintah Inggris berencana akan membentuk Financial Policy Committee. Komite yang beranggotakan Gubernur Bank of England, Deputi Gubernur, Departemen Keuangan ini serta kelak memiliki tugas menjaga stabilitas sistem keuangan, termasuk memiliki tanggungjawab mencegah terjadinya risiko sistemik di sector keuangan,

Reformasi sistem keuangan di Inggris ini, kata Osborn, didasarkan pada beberapa pertimbangan. Antara lain, pengalaman Inggris terhadap penanganan krisis keuangan yang terjadi pada 2007-2009. Dalam proses penanganan krisis, pemerintah Inggris menilai kalau implementasi mekanisme sistem tripartit yaitu pemberian tanggung jawab dalam menjaga stabilitas sistem keuangan kepada tiga institusi, yaitu Departemen Keuangan, BoE dan FSA tidak mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Peran Bank of England sebagai The Lender of Last Resort (LoLR) tidak efektif lantaran BoA tak mengetahui persis informasi terkini mengenai kesehatan bank kala bank membutuhkan likuiditas. Ke depan, George Osborne bilang, pemerintah Inggris akan memperkuar peran macroprudential yaitu dengan pengaturan penyaluran kredit, kewenangan untuk meminta bank meningkatkan cadangan modal di saat kondisi sedang baik.

Perubahan besar yang terjadi di Inggris ini tak pelak menyulut kontroversi di banyak tempat. Di Amerika Serikat misalnya, sekarang ini masih memperdebatkan dampak di sektor keuangan dari usulan Osborne ini. Sementara Uni Eropa memilih untuk mencari kebijakan sendiri dalam pengawasan sektor keuangan, termasuk rencana mengawasi hedge fund.

Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Kontoversi tampaknya masih berlanjut. Sebelumnya, BI berkehendak bila OJK harus terbentuk sebaiknya mengadopsi pengawasan ala Prancis. Memakai pendekatan fungsional, pengawasan lembaga keuangan di Prancis ditentukan berdasarkan transaksi bisnis lembaga keuangan tersebut, tanpa mempedulikan status hukum dari perusahaan tersebut. Yakni, masing-masing lini bisnis diawasi oleh regulator masing-masing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×