kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45997,15   3,55   0.36%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saatnya Bitcoin dihalalkan


Senin, 16 Mei 2016 / 14:35 WIB
Saatnya Bitcoin dihalalkan


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Pelegalan transaksi dengan mata uang virtual Bitcoin terus memicu perdebatan. Meski Bank Indonesia menilai Bitcoin melanggar undang-undang, namun Pakar Digital Marketing Anthony Leong masih menganggap Bitcoin perlu dilegalkan. Anthony mengacu sejumlah kota dan perusahaan yang menerima Bitcoin sebagai alat transaksi.

Anthony menyarankan sebaiknya pengusaha dan pemerintah tak perlu ragu atau khawatir menggunakan Bitcoin “Coba kita lihat regulasi yang ada di Jepang dan Inggris. BitLicense muncul untuk membantu perusahaan menerapkan regulasi KYC (Know Your Customer) dan antipencucian uang dalam bisnis,” kata Anthony yang juga Komisaris PT Indo Menara Digital dalam pernyataan resminya, Senin (16/5).

Sekjen Asosiasi Pengusaha Digital Indonesia ini mengambil contoh Jepang. Beberapa bulan lalu Jepang telah resmi umumkan penggunaan Bitcoin sebagai klasifikasi mata uang yang sah untuk ditransaksikan. Regulasi Bitcoin di Jepang akan diatur oleh lembaga setara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga mengelola peredaran mata uang Yen bernama Financial Services Agency.

Menanggapi negara maju yang meresmikan Bitcoin menjadi mata uang resmi, Pakar Digital Marketing, Anthony Leong mengatakan Indonesia sebaiknya mengikuti jejak tersebut demi efisiensi dan juga transparan dalam bertransaksi.

“Semakin banyak yang menyetujui mata uang digital berarti Bitcoin semakin diterima di berbagai kalangan. Indonesia sudah saatnya mengikuti perkembangan zaman dalam hal mata uang ini. Teknologi ini bisa menjadi bagian turunan dari sistem keuangan global, karena memang efisien dan diatur secara desentralisasi melalui teknologi peer to peer,” tutur Anthony.

Ia mencontohkan, salah satu perusahaan hiburan terbesar di Jepang, DMM langsung merespon dengan menggunakan Bitcoin untuk semua transaksi produk dan layanannya.

Tak hanya Jepang saja, Luxemburg beberapa waktu lalu bahkan telah melegalkan salah satu bursa Bitcoin raksasa bernama Bitstamp untuk beroperasi di Eropa. Lanjut ia mengatakan Inggris pun tak mau ketinggalan, pada akhir tahun lalu menyetujui untuk mengelontorkan dananya hingga US$ 14,6 juta untuk membangun lembaga penelitian khusus yang terfokus pada pengembangan mata uang digital karena negara tersebut meyakini teknologi Bitcoin diprediksi kuat akan merevolusi dunia, seperti halnya internet.

Salah satu kota di Swiss bernama Zug juga telah melakukan transaksi dengan Bitcoin, dan Walikota Doffi Muller menyebut langkah tersebut sebagai bentuk keterbukaan dan dukungan Swiss terhadap inovasi teknologi baru semacam perusahaan-perusahaan Fintech. Seakan tak mau kalah, kota New York, Amerika telah merampungkan regulasi Bitcoin yang dinamainya BitLicense dan perusahaan ternama, seperti Microsoft, Rakuten, Overstock, dan Time Inc telah menerima pembayaran melalui Bitcoin.

Meski dilegalkan di sejumlah tempat, bank sentral beberapa negara telah memutuskan Bitcoin sebagai alat transaksi ilegal. Misalnya, bank sentral China People's Bank of China, bank sentral Korea, bank sentral Thailand, dan bank sentral Perancis.

Bank Indonesia memang belum secara resmi menyatakan Bitcoin ilegal. Namun, sebelumnya Deputi Gubernur BI Ronald Waas menyatakan, penggunaan mata uang digital alias bitcoin merupakan hal yang melanggar sejumlah undang-undang.

Setidaknya ada tiga undang-undang yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran. Pertama, undang-undang Bank Indonesia. Kedua, undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan ketiga, undang-undang Mata Uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×