Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan pada 19 Mei 2025.
Salah satu poin penting dalam beleid ini adalah kewajiban penerapan skema co-payment atau pembagian risiko biaya layanan kesehatan antara peserta dan perusahaan asuransi.
Baca Juga: Aturan Co-Payment Asuransi Kesehatan OJK Dikritik YLKI, Dinilai Rugikan Konsumen
Dalam aturan itu disebutkan, peserta asuransi wajib menanggung paling sedikit 10% dari total klaim, dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.
Meski menuai pro dan kontra, kalangan industri dan akademisi menilai kebijakan tersebut tidak akan serta-merta memicu lonjakan angka lapse rate atau penghentian polis oleh nasabah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyatakan bahwa skema co-payment justru dirancang untuk menjaga kesinambungan manfaat jangka panjang bagi peserta asuransi.
"Dengan edukasi yang tepat, kami percaya kebijakan itu tidak akan meningkatkan angka lapse, tetapi justru menjaga keberlanjutan manfaat yang diterima oleh peserta," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (9/6).
Baca Juga: Co-Payment Bisa Merugikan Pemegang Polis
Co-payment Berlaku untuk Produk Baru, Nasabah Tetap Punya Kesadaran Pilih Polis
Pengamat Asuransi dan Ketua STIMRA, Abitani Barkah Taim, juga berpandangan serupa. Menurutnya, keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan polis lebih ditentukan oleh kebutuhan dan kemampuan keuangan nasabah, bukan semata-mata perubahan teknis dalam produk asuransi.
“Kebijakan itu tidak akan serta-merta membuat nasabah mundur. Co-payment hanya berlaku untuk produk baru dan nasabah akan mengetahui sejak awal bahwa polis yang dibeli memiliki skema co-payment. Jadi, keputusan untuk membeli atau tidak akan dilakukan dengan sadar,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (9/6).
Abitani menambahkan bahwa lapse rate lebih dipengaruhi oleh tekanan finansial atau perubahan prioritas, bukan oleh inovasi seperti co-payment.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan asuransi untuk menyesuaikan kembali produk-produk yang ditawarkan agar selaras dengan regulasi baru, termasuk menyesuaikan tarif dan melakukan pelaporan ulang kepada OJK.
Baca Juga: AAJI : Skema Co-payment Bukan untuk Membebani Nasabah Asuransi
Selain itu, edukasi terhadap agen dan tenaga pemasaran perlu diperkuat agar mereka dapat menjelaskan skema baru ini secara komprehensif kepada calon nasabah.
“Dengan informasi yang cukup, nasabah bisa lebih rasional dalam memilih produk dan tidak merasa dirugikan,” pungkas Abitani.
Selanjutnya: 10+ Istilah dalam Olahraga Lari yang Wajib Diketahui Pelari Pemula, Bukan Cuma Pace
Menarik Dibaca: 10+ Istilah dalam Olahraga Lari yang Wajib Diketahui Pelari Pemula, Bukan Cuma Pace
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News