Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengusulkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tarif asuransi gempa bumi dinaikkan pada tahun depan.
PT Great Eastern General Insurance Indonesia (GEGI) pun menyebut, hal tersebut kurang tepat untuk menaikkan tarif premi asuransi gempa di tengah upaya untuk meningkatkan penetrasi asuransi yang masih sangat rendah.
"Kenaikan tarif premi dikhawatirkan akan menurunkan permintaan asuransi gempa," ucap Marketing Director Great Eastern General Insurance Indonesia Linggawati Tok kepada Kontan, Kamis (3/10).
Linggawati menerangkan bahwa saat ini tarif asuransi gempa adalah yang paling tinggi, bahkan dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan tarif asuransi kebakaran dan property all risk.
Oleh karena itu, dia beranggapan kenaikan 5%-10% yang diisyaratkan oleh asosiasi dikhawatirkan akan memberatkan konsumen. Tak hanya itu, dikhawatirkan konsumen yang sudah membeli asuransi gempa tidak memperpanjang polis di tahun berikutnya.
Menurut Linggawati, pasar asuransi gempa bumi masih begitu besar ke depannya. Sebab, hal itu berdasarkan posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dengan ragam bencana alam yang mengancam, terutama risiko gempa bumi yang hampir terjadi dari ujung Barat sampai Timur di Indonesia.
Ditambah adanya ancaman Megathrust sudah menjadi pembicaraan hangat di industri asuransi dalam 10 tahun terakhir.
Baca Juga: AAUI Usul Tarif Asuransi Gempa Bumi Dinaikkan pada Tahun Depan
"Jadi, seharusnya membeli asuransi gempa adalah kebutuhan utama masyarakat Indonesia, sehingga pangsa pasarnya sangat besar. Tentu perlu keberpihakan pemerintah untuk melindungi masyarakat sebelum dan sesudah bencana," tuturnya.
Sementara itu, Linggawati menerangkan Great Eastern telah meraih Rp 59 miliar premi asuransi gempa bumi sampai Agustus 2024. Nilai itu meningkat 20%, jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Dia menjelaskan kontribusi premi terbesar adalah dari sektor komersial dan industrial sebesar 90%, sedangkan dari sektor retail dan rumah tinggal masih sekitar 10%.
Lebih lanjut, Linggawati menjelaskan Great Eastern memilik sekitar 8.000 nasabah rumah tinggal hingga Agustus 2024. Adapun 25% adalah nasabah yang terikat dengan kredit bank.
Hal yang menarik adalah bank umumnya hanya mempersyaratkan asuransi kebakaran saja untuk aset kredit kepemilikan rumah. Faktor utamanya karena premi asuransi gempa bumi masih sangat mahal, yakni dua kali lipat harganya dari premi asuransi kebakaran.
Sebelumnya, Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan beberapa usulan, seperti asuransi harta benda, gempa bumi, dan kendaraan, itu sudah masuk ke OJK. Hanya saja, masih harus dikaji karena ada beberapa masukan.
Baca Juga: Sejumlah Asuransi Umum Catat Kenaikan Premi Bisnis Asuransi Harta Benda
"Tarif premi itu sebetulnya paket. Harta benda, gempa bumi, kendaraan bermotor, itu memang sudah masuk ke OJK semua. Masih dikaji. Mudah-mudahan pada 2025 awal sudah bisa semua," ungkapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (1/10).
Budi menyebut kajian-kajian terhadap kenaikan tarif premi itu perlu dilakukan. Sebab, dia bilang ujung-ujungnya yang dibebankan adalah masyarakat.
Dia menyampaikan pihaknya mengusulkan tarif premi asuransi gempa bumi bisa naik 5%-10% atau maksimal kemungkinan 7% pada tahun depan. Nilai itu didapat berdasarkan perhitungan sesar gempa yang baru dan beberapa hal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News