Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Sementara PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengaku akan menjaga rasio pencadangannya pada level 100%. Perseroan sejatinya memang tak perlu banyak membenuk pencadangan, mengingat bisnis utamanya di kredit perumahan yang beragun.
“Kami akan jaga rasio pencadangan di atas 110%, meskipun sebenarnya semua kredit BTN adalah kredit beragun,” ungkap Direktur Enterprise Risk Management, Big Data & Analysis BTN Setiyo Wibowo pada Kontan.co.id.
Sampai akhir Juni, perseroan telah merestrukturisasi kredit senilai Rp 36,4 triliun. Sementara rasio pencadangan telah dibentuk 107,9% atau setara Rp 12,79 triliun dari nilai NPL sebesar Rp 11,86 triliun.
Meski tak setinggi bank pelat merah lainnya, namun rasio pencadangan yang dibentuk perseroan meningkat cukup tinggi. Sebab sebelum 2020, rasio pencadangan perseroan selalu berada di bawah 50%.
Sedangkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga menyatakan akan tetap membentuk pencadangan yang cukup tinggi, bahkan jika kebijakan terkait relaksasi restrukturisasi pun via POJK 11/2020 habis masa berlakunya pada Maret 2021.
“Kami tetap berkomitmen untuk membentuk pencadangan, agar di masa mendatang tidak terlalu berat. Namun sampai kini kami belum bisa memprediksi berapa rasionya,” kata EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Harryn kepada Kontan.co.id
Baca Juga: Bank kurang efisien, rasio BOPO menanjak per Juni 2020
Sampai akhir Juni lalu, rasio pencadangan perseroan telah terbentuk sebesar 204,5% atau setara Rp 25,5 triliun dari nilai NPL sebesar Rp 12,4 triliun. Sementara sampai Juli, perseroan tercatat telah menerima permintaan restrukturisasi kredit akibat pandemi senilai Rp 116,0 triliun dari 121.000 debitur.
“Sampai akhir Juni kami telah merestrukturisasi kredit terimbas pandemi senilai Rp 69,3 triliun, atau setara 13% portofolio kredit kami. Sampai akhir tahun proyeksikan kredit yang direstrukturisasi mencapai 20-30% dari 250.000 debitur,” sambung Hera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News