Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan terus memupuk cadangan kerugian pengurangan nilai (CKPN) dengan rasio sampai 200% terhadap non perfoming loan. Langkah ini dilakukan demi mengantisipasi risiko di tengah pandemi corona.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso dalam rapat dengar pendapat bersama DPR pekan lalu bahkan menargetkan hingga akhir tahun, perseroan bakal menargetkan membentuk rasio CKPN sampai 250%.
“Rasio pencadangan sampai Desember kami targetkan hingga 250%, ini sudah kami mulai semester I-2020, di mana laba dibukukan Rp 10 triliun, sebenarnya kami bisa bukukan lebih namun kami alokasikan untuk pencadangan,” katanya.
Baca Juga: Ada PSBB lagi, jumlah debitur restrukturisasi yang berpotensi masuk NPL bertambah?
Sampai akhir semester I-2020 lalu, bank terbesar di tanah air ini juga telah membentuk rasio pencadangan sebesar 200,3%, atau senilai Rp 51,8 triliun dari NPL senilai Rp 25,9 triliun.
Rasio pencadangan tersebut juga meningkat cukup signifikan dibandingkan akhir tahun lalu sebesar 166,6% atau setara Rp 37,5 triliun dari NPL sebesar Rp 22,5 triliun
Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto mengafirmasi hal tersebut kepada Kontan.co.id, Senin (21/9). Ia bilang pembentukan pencadangan memang menjadi prioritas perseroan untuk memastikan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
Ini terkait tingginya angka restrukturisasi kredit yang digelar perseroan akibat pandemi. BRI bahkan merupakan bank yang merestrukturisasi kredit paling tinggi, sampai Agustus 2020, perseroan telah Rp 189,1 triliun kepada 2,9 juta debitur.
“Sampai akhir tahun kami proyeksikan restrukturisasi mencapai 25% dari portofolio kredit. Adapun prioritas pencadangan kami lakukan agar pada 2021, dan 2022 kami akan tetap tumbuh secara berkelanjutan,” sambungnya.
Dua bank pelat merah lain yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga punya target yang lebih sama, masing-masing 195%, dan 225%.
Baca Juga: OJK: Rasio BOPO per Juni 2020 naik ke level 84,94%
Maklum, sesuai ukurannya bank pelat merah memang tercatat menggelar restrukturisasi kredit terdampak pandemi yang cukup gede. Sampai pertengahan Agustus 2020, Bank Mandiri telah merestrukturisasi kredit terimbas pandemi senilai Rp 119,3 triliun, sedangkan BNI sampai Juni 2020 senilai Rp 99,96 triliun.
Sementara PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengaku akan menjaga rasio pencadangannya pada level 100%. Perseroan sejatinya memang tak perlu banyak membenuk pencadangan, mengingat bisnis utamanya di kredit perumahan yang beragun.
“Kami akan jaga rasio pencadangan di atas 110%, meskipun sebenarnya semua kredit BTN adalah kredit beragun,” ungkap Direktur Enterprise Risk Management, Big Data & Analysis BTN Setiyo Wibowo pada Kontan.co.id.
Sampai akhir Juni, perseroan telah merestrukturisasi kredit senilai Rp 36,4 triliun. Sementara rasio pencadangan telah dibentuk 107,9% atau setara Rp 12,79 triliun dari nilai NPL sebesar Rp 11,86 triliun.
Meski tak setinggi bank pelat merah lainnya, namun rasio pencadangan yang dibentuk perseroan meningkat cukup tinggi. Sebab sebelum 2020, rasio pencadangan perseroan selalu berada di bawah 50%.
Sedangkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga menyatakan akan tetap membentuk pencadangan yang cukup tinggi, bahkan jika kebijakan terkait relaksasi restrukturisasi pun via POJK 11/2020 habis masa berlakunya pada Maret 2021.
“Kami tetap berkomitmen untuk membentuk pencadangan, agar di masa mendatang tidak terlalu berat. Namun sampai kini kami belum bisa memprediksi berapa rasionya,” kata EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Harryn kepada Kontan.co.id
Baca Juga: Bank kurang efisien, rasio BOPO menanjak per Juni 2020
Sampai akhir Juni lalu, rasio pencadangan perseroan telah terbentuk sebesar 204,5% atau setara Rp 25,5 triliun dari nilai NPL sebesar Rp 12,4 triliun. Sementara sampai Juli, perseroan tercatat telah menerima permintaan restrukturisasi kredit akibat pandemi senilai Rp 116,0 triliun dari 121.000 debitur.
“Sampai akhir Juni kami telah merestrukturisasi kredit terimbas pandemi senilai Rp 69,3 triliun, atau setara 13% portofolio kredit kami. Sampai akhir tahun proyeksikan kredit yang direstrukturisasi mencapai 20-30% dari 250.000 debitur,” sambung Hera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News