Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Keinginan industri asuransi jiwa mendapatkan insentif pajak investasi tampaknya harus dikubur dalam-dalam. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) secara tegas menolak usulan itu. Alasannya, karena sistem investasi di asuransi jiwa masih bersifat jangka pendek sehingga kurang bermanfaat bagi pembangunan ekonomi.
Seperti yang ditulis Harian KONTAN (19 April 2011), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) meminta pemerintah memberi keringanan pajak investasi. Mereka beralasan, aset industri ini terus tumbuh antara 25%-30% per tahun. Aset AAJI tahun 2010 sebesar Rp 174,77 triliun.
Dari jumlah itu, dana investasi mencapai Rp 157,34 triliun. Diharapkan, adanya insentif pajak itu bisa semakin meningkatkan pertumbuhan aset dan dana investasi yang memperlancar pergerakan roda perekonomian.
Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK mengakui, dana investasi industri asuransi jiwa di pasar modal memang terus meningkat. Hanya saja, peningkatan itu kurang menguntungkan bagi kemajuan pasar modal dan sektor riil. Ini mengingat, sebagian besar dana yang bersumber dari investor produk asuransi berbasis investasi itu alias unitlink, tertanam pada instrumen jangka pendek. "Bisa apa dengan investasi jangka pendek," tandas Isa, kemarin.
Bukan menguntungkan pembangunan, investasi jangka pendek malah cenderung merugikan. Mengingat, penarikan dana investasi itu umumnya terjadi saat kondisi pasar sedang bagus. Padahal, Kementerian Keuangan telah menetapkan masa penebusan investasi di setiap polis minimal tiga hingga empat tahun. "Tapi tetap saja banyak yang menarik dana investasi sebelum melewati masa penebusan," terang Isa.
Hal ini malah bertentangan dengan visi awal peluncuran produk unitlink, sebagai produk proteksi dan investasi jangka panjang. Bila terus dibiarkan akan mengganggu perkembangan industri ini.
Sekitar 50% dari klaim
Ahmir Ud Deen, Direktur Keuangan PT Prudential Life Assurance mengakui, penarikan dana investasi produk unitlink dalam jangka pendek alias surrender masih kerap terjadi. Padahal, pihaknya sudah seringkali menjelaskan kerugian berinvestasi jangka pendek. "Surrender biasanya terjadi di tahun kedua," ungkap Ahmir.
Azwir Arifin, Direktur Operasional BNI Life menjelaskan, tingkat surrender selalu mendominasi beban klaim. Jumlahnya bisa mencapai 50% dari biaya klaim. Padahal, BNI Life sudah mencegah surrender dengan memperbesar penalti. "Tapi tetap kurang ampuh," kata Azwir. Wajar saja, karena nasabah sudah mendapat keuntungan saat harga unitlink meningkat.
Bagi Isa, bila masalah ini bisa terselesaikan, pihaknya tidak segan-segan mengajukan usulan insentif pajak tersebut. Ia juga berharap, pelaku industri asuransi tidak hanya mendorong pertumbuhan unitlink, tapi juga produk asuransi tradisional.
Mengingat, pasca lahirnya unitlink, produk tradisional seperti dianaktirikan dengan pertumbuhan lambat. Padahal, produk tradisional malah bersifat jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News