kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Aturan Baru Giro Wajib Minimum Berlaku Tahun ini


Rabu, 08 Oktober 2008 / 21:59 WIB
ILUSTRASI. TAJUK - Djumyati Partawidjaja


Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Dalam waktu dekat, Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan sebuah aturan baru mengenai giro wajib minimal (GWM). Nantinya, aturan tersebut tidak lagi menggunakan loan to deposit ratio (LDR) sebagai patokan. Aturan ini dilansir sebagai salah satu instrumen untuk melonggarkan likuiditas yang saat ini sangat kering.

Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad mengatakan, BI memandang aturan GWM yang lama sangat kompleks karena perhitungannya dikaitkan dengan cash ratio ditambah dengan sejauh mana bank dapat memenuhi LDR. “Jadi ada semacam tarifnya. Kalau LDR tinggi, tarif GWM akan rendah dan sebaliknya,” tuturnya hari ini (8/10). Dalam aturan yang baru, keterkaitan antara GWM dengan LDR tersebut akan dihilangkan.

Dalam peraturan baru itu nanti, hanya akan ada dua komponen besar, yaitu cash ratio dan yang kedua adalah secondary reserve ratio. Sayang, untuk rincian beserta besarannya, Muliaman belum dapat mengumumkannya. Yang pasti, ia dapat memastikan bahwa dalam waktu dekat ini, aturan baru mengenai GWM tersebut sudah dapat diumumkan. “Dan implementasinya dapat dilakukan sebelum akhir tahun ini,” janji Muliaman.

Direktur Utama PT BRI Tbk Sofyan Basir setuju jika aturan GWM yang baru nanti tidak lagi menggunakan LDR sebagai acuannya. Pasalnya persentase penyaluran kredit rata-rata perbankan sudah mencapai 70%. Artinya, LDR sudah tidak relevan menjadi tolak ukur GWM.

Pasalnya, alasan BI menggunakan landasan LDR sebagai aturan GWM dulu karena BI melihat penyaluran kredit di perbankan tidak maksimal. Oleh karena itu, BI menekan bank agar menyalurkan kredit dengan menggunakan aturan GWM ini.

Sofyan beranggapan, sebaiknya acuan GWM saat ini dikembalikan pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 6/15/PBI/2004. Dalam aturan tersebut, nominal GWM mengacu pada jumlah dana pihak ketiga (DPK). "Jadi, semakin banyak DPK dalam deposito jangka panjang, maka semakin kecil setoran GWM," kata Sofyan.

Alasan Sofyan, kondisi likuiditas menyebabkan harus ada perubahan GWM. Gagasan kembali ke DPK memang sudah lama menjadi usulan para bankir. "Cuma masalahnya, saat ini BI tidak bisa memutuskan perubahan dalam kondisi ekonomi yang seperti ini," tegasnya.

Ungkapan serupa juga diungkapkan oleh Direktur Utama PT Bank Mega Indonesia Tbk Yungki Setiawan. Yungki menilai, dengan berpatokan aturan itu, sumber dana cadangan likuiditas perbankan akan semakin banyak tersimpan. "Bank akan siap jika sewaktu-waktu likuiditas seret," kata dia.

Hal tersebut terjadi karena dana yang semula disetorkan untuk GWM dapat digunakan sebagai likuiditas dan dapat juga digunakan untuk penyaluran kredit. Dengan begitu, bank dapat menarik untung dari bunga kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×