kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.890.000   -7.000   -0,37%
  • USD/IDR 16.297   22,00   0,14%
  • IDX 7.906   43,44   0,55%
  • KOMPAS100 1.113   5,40   0,49%
  • LQ45 820   4,38   0,54%
  • ISSI 268   1,64   0,62%
  • IDX30 424   2,02   0,48%
  • IDXHIDIV20 489   2,01   0,41%
  • IDX80 123   0,68   0,56%
  • IDXV30 129   0,45   0,35%
  • IDXQ30 137   0,61   0,45%

Aturan kepemilikan bisa memicu ketidakpastian


Kamis, 07 Juni 2012 / 13:24 WIB
Aturan kepemilikan bisa memicu ketidakpastian
ILUSTRASI. Proyek properti di China. REUTERS/Aly Song


Reporter: Astri Kharina Bangun |

JAKARTA. Peraturan Bank Indonesia (BI) mengenai kepemilikan saham perbankan bisa menciptakan iklim ketidakpastian investasi di Indonesia. Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, berpendapat daripada menyusun PBI baru, sebaiknya pengaturan kepemilikan mengacu pada Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang telah ada.

"Aturan pemilikan saham ini bisa memunculkan persepsi di kalangan investor, ada grand design untuk pembatasan investasi. Padahal sebenarnya bukan," jelas Fauzi.

Ia berpendapat, jika aturan ini mengarah kepada kondisi perbankan yang lebih sehat dan lebih efisien, sebetulnya API sudah cukup mengakomodir hal tersebut. Menurutnya, penerapan aturan tersebut juga tidak serta merta membuat jumlah bank di dalam negeri bakal menyusut.

API sudah memberi panduan ke depan akan terjadi konsolidasi dan merger perbankan. Tujuannya, untuk menurunkan biaya dana (cost of fund), suku bunga kredit, dan penerapan single presence policy. Sementara aturan kepemilikan saham perbankan, "Bukan kebijakan yang secara jelas memberi insentif untuk merger dan konsolidasi."

Fauzi menambahkan, kepemilikan saham perbankan yang dikaitkan dengan tingkat kesehatan juga tidak akan banyak mengubah wajah industri perbankan nasional. Apalagi, kalau nantinya aturan ini tidak berlaku surut. "Tergantung berapa banyak bank yang kena aturan ini. Kalau mayoritas tidak kena dan tidak berlaku surut, maka hanya akan menciptakan status quo," ujar Ekonom Senior Standard Chartered Fauzi Ichsan, Kamis (7/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×