Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di Indonesia, kehadiran bank digital masih seumur jagung, setidaknya baru ramai muncul di era pandemi Covid-19. Alhasil, kinerjanya pun belum semoncer beberapa bank digital global yang bahkan sudah mulai ekspansi ke beberapa negara.
Bisa dibilang, bank-bank digital yang meramaikan industri di tanah air belum konsisten dalam hal kinerja keuangan. Ini tercermin dari beberapa bank digital ada yang masih merugi dan ada juga yang sudah mencatat laba tapi turun.
Ambil contoh, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang per Agustus 2024 mencatatkan penurunan laba sebelum pajak menjadi Rp 262,04 miliar. Padahal, pada periode sama tahun sebelumnya, Allo Bank mampu mencatat laba Rp 296.49 miliar.
Contoh lainnya, PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) yang pada periode sama hanya mencatatkan laba senilai Rp 133,34 miliar. Di mana, di periode Agustus 2023, laba Amar Bank mampu menembus Rp 137,88 miliar.
Baca Juga: Bisnis Payroll Jadi Incaran Perbankan Raup Dana Murah
Meski demikian, ada juga yang sejatinya mencatatkan pertumbuhan namun masih belum memiliki arah ekspansi ke luar negeri. Contohnya, PT Bank Jago Tbk (ARTO) dengan pertumbuhan laba 56,28% YoY menjadi Rp 73,35 miliar dan PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) yang labanya tumbuh 132,29% YoY menjadi Rp 28,6 miliar.
Tentu, ini berbeda dengan bank-bank digital global yang sudah mampu berekspansi di luar negaranya. Bahkan, ada juga yang rugi namun berani melebarkan sayapnya di negara lain.
Misalnya, Welab Bank Limited yang beberapa tahun terakhir masuk ke Indonesia dengan membangun bank digital bersama Astra Grup di Bank Jasa Jakarta. Padahal, per Juni 2024, Welab masih mencatatkan rugi senilai HK$ 125,07 juta.
Ada juga Revolut Group Holdings Ltd yang sudah berekspansi di banyak negara. Bank digital asal Inggris ini memang memiliki kinerja yang cukup moncer, setidaknya per akhir 2023 membalikkan rugi £ 25 juta menjadi untung £ 438 juta.
Direktur Keuangan Bank Raya Rustati Suri Pertiwi mengungkapkan bahwa ekspansi ke luar negeri belum dibutuhkan bagi bank digital tanah air. Sebab, potensi yang bisa digarap di Indonesia masih tergolong cukup besar.
Menurutnya, ini sejalan dengan gaya hidup masyarakat Indonesia yang mulai beralih ke digital. Di mana, proyeksi ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat menjadi Rp 5.800 triliun pada tahun 2023.
Di sisi lain, Tiwi juga bilang banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam berekspansi keluar negeri. Misalnya ,kebijakan dan regulasi pemerintah setempat, kondisi pasar, potensial market yang tepat, serta produk yang mampu menjawab kebutuhan market tertentu.
“Oleh karenanya, kami masih akan optimalisasi potensi sinergi yang ada di dalam ekosistem BRI Group terutama untuk market Mikro dan Kecil,” ujar Tiwi.
Baca Juga: Koneksi Internet Stabil Jadi Kunci Penggunaan QRIS di Indonesia
Sementara itu, Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo berpendapat bahwa untuk melakukan ekspansi ke luar negeri bukanlah hal yang mudah. Sebab, karakteristik di tap negara bakal berbeda dan susah untuk menyamakan model bisnisnya.
Ia pun melihat sebenarnya sedikit sekali bank yang berhasil dalam melakukan ekspansi. Salah satunya yang berhasil menurut Indra adalah Revolut dengan bisnisnya yang ada di banyak negara
“Terlebih, Revolut ini kan bank Eropa dan fiturnya cocok untuk orang Eropa yang suka bepergian di daratan Eropa yang banyak negaranya saling berdekatan dan satu mata uang Euro,” ujarnya.
Adapun, Indra bilang pihaknya saat ini lebih fokus untuk melakukan akuisisi dan engagement baik nasabah baru maupun nasabah existing untuk meningkatkan top of mind bank di mata nasabah.
“Ke depan, kami akan berusaha meningkatkan cost discipline dalam semua aspek operasional kami,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News