Reporter: Andri Indradie | Editor: Johana K.
JAKARTA. Bobolnya dana nasabah bank lewat automated teller machine (ATM) merupakan tamparan keras buat pelaku di industri perbankan.
Pasca kejadian naas ini, tak ada alasan lagi bagi Bank Indonesia (BI) menunda penerapan standardisasi kartu berbasis teknologi chip. Maklum penggunaan teknologi ini bisa mencegah timbulnya fraud atau penipuan dan kejahatan pada alat pembayaran menggunakan kartu (APMK).
Kepala Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Aribowo mengatakan, sebenarnya standar itu sudah ada dan akan diterapkan awal Januari 2010 ini. "Tapi molor karena kami harus mengadakan beberapa tes, seperti tes integrasi, sistem, termasuk tes kepada pemakai kartu," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (20/1).
Sayang, lanjut Aribowo, rangkaian tes ini memakan waktu yang lama. Tes integrasi misalnya, mewajibkan chip yang ada pada kartu debet bisa terbaca mulai dari electronic data capture (EDC), ATM, hingga data bank. "Intinya, semua harus berjalan lancar. Jangan sampai nasabah menarik uang kok tidak terbaca pada debit tabungannya," tandasnya.
Menurut Ketua Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Wiweko Probojakti, salah satu keunggulan teknologi chip adalah tingkat kesulitan penggandaan. Maksudnya, berbeda dengan data pada strip magnetic, data yang ada di chip sulit dicuri dan diduplikasi.
Fraud transaksi yang terjadi pada APMK umumnya adalah pencurian dan duplikasi data. Si pencuri bisa membuat kartu rakitan sendiri dari data curian yang terdapat pada strip magnetic.
Teknik pembacaannya pun berbeda. "Apabila kartu strip magnetic digesek, kartu yang berteknologi chip harus dimasukkan ke dalam alat khusus pembaca chip," kata Dodit.
Selain untuk melindungi nasabah, penggunaan kartu chip juga penting untuk menghindarkan silang sengketa antara si nasabah dan bank yang mungkin muncul di kemudian hari.
Maklum, pencurian transaksi tunai di kartu debit sejauh ini sulit dibuktikan. "Bagaimana pemilik kartu bisa membuktikan bahwa uang yang keluar dari rekeningnya telah dicuri?" tanya Dodit
Yang bisa dilakukan si pemilik adalah mengganti nomor personal identity number (PIN). Bagaimana memperoleh ganti uang nasabah? Bank tentu tak mau mengganti jika tidak ada bukti kalau duit nasabah hilang karena tindak kriminal.
Masalahnya, bagaimana membuktikan transaksi tarik tunai, sementara si pencuri memiliki kartu ATM yang identik? "Inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan penerbit, BI, prinsipal APMK, dan penegak hukum," katanya.
Yang penting, menurut Dodit, semua kartu harus punya rekam jejak. Artinya, harus ada sistem yang memungkinkan tindak kejahatan itu bisa ditelurusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News