kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank harus siap likuiditas dan modal untuk kredit


Kamis, 02 September 2010 / 07:18 WIB
Bank harus siap likuiditas dan modal untuk kredit


Reporter: Andri Indradie, Ruisa Khoiriyah | Editor: Test Test

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai perbankan nasional masih menjadi aktor utama yang menggerakkan sektor riil. Maklum, sektor riil Indonesia memang masih bergantung pada pendanaan dari pasar keuangan.

Tak heran, BI tak bosan-bosan menyerukan bank lebih gencar menyalurkan kredit. Bahkan, BI akan segera menerbitkan aturan baru yang bertujuan mendorong bank lebih ekspansif menyalurkan kredit.

Darmin Nasution, yang kemarin dilantik menjadi Gubernur BI, mengatakan, aturan baru tersebut akan meluncur Jumat (3/9), setelah BI mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Nah, bank akan memiliki waktu adaptasi selama enam bulan. Soalnya pelaksanaannya baru akan efektif pada awal 2011.

Selain untuk meningkatkan penyaluran kredit, aturan itu, lanjut Darmin juga dikeluarkan untuk lebih mengefektifkan pengelolaan moneter. "Terutama bagaimana agar ekses likuiditas tidak menjadi terlalu besar," ujar Darmin.

Maklum, dalam aturan baru nanti, BI akan mengaitkan loan to deposit ratio (LDR) dengan instrumen moneter, yaitu giro wajib minimum (GWM). Lewat GWM, BI punya jalur mengatur ekses likuiditas perbankan agar lebih kencang menyalurkan kredit.

Banyak perhitungan

Wakil Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengakui, likuiditas bank masih besar. "Likuiditas berlimpah. Kebanyakan dimiliki oleh bank-bank besar," kata Jahja kepada KONTAN, Rabu (1/9).

Tapi sebaliknya, bank-bank beraset menengah ke bawah memiliki likuiditas pas-pasan. Padahal, agar bank bisa gencar menyalurkan kredit, mereka harus siap dengan likuiditas dan modal yang besar.

Apalagi, menurut Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Gatot M. Suwondo, semakin tinggi kredit, rasio permodalan atau CAR bank akan tergerus. "Setiap Rp 1 triliun penyaluran kredit akan menggerus CAR sekitar 0,1%-0,2%," tuturnya.

Tak hanya hitung-hitungan CAR, bank harus menghitung berbagai risiko. Karena bank tidak bisa sembarangan menyalurkan kredit. Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) berpendapat, bank yang mudah menyalurkan kredit, non performing loan (NPL) juga berisiko naik. "Struktur bank juga tak sama. Ada yang mudah menghimpun dana, ada yang susah," kata Sigit.

Direktur Utama PT Bank Kesawan Tbk Gatot Siswoyo menandaskan, menggerakkan sektor riil bukan hanya tugasperbankan. BI juga harus melihat peran pasar modal. "Bank harus melihat kondisi sektor riil dan risikonya. Padahal sektor riil juga bisa bergerak melalui pendanaan di pasar modal," tegas Gatot.

Eddy R. Sinulingga, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua menilai penerapan aturan juga harus melihat wilayah geografis. Di Papua, menggenjot kredit berisiko NPL melangit. "Tingkat LDR di Papua jarang ada yang melebihi 50%," tukas Eddy

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×