Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) belum efisien dalam mengelola operasionalnya. Hal itu tercermin dari rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perseroan yang semakin mengalami kenaikan.
Tingkat efisiensi perseroan turun karena adanya kenaikan biaya biaya pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Per Maret 2022, bank milik Salim Group ini mencatatkan rasio BOPO di level 93,9%. Itu meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat di level 90%.
Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu mengatakan, biaya CKPN perseroan pada triwulan pertama tahun ini jauh lebih besar dari tahun lalu. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi pemburukan kredit yang masih dalam restrukturisasi Covid-19.
"Namun, seiring perbaikan kualitas kredit dan meningkatnya volume business dan asset productive, BOPO kami akan turun di akhir tahun ini," kata Daniel pada Kontan.co.id, Kamis (30/6). Bank Ina menargetkan BOPO ada di bawah 90% tahun ini.
Baca Juga: Dorong Tingkat Efisiensi, BRI Targetkan BOPO 60%-70% Hingga Akhir Tahun
Sementara digitalisasi yang dilakukan Bank Ina belum berdampak mendorong tingkat efisiensi perseroan. Menurut Daniel, proses digitalisasi masih terus berjalan dan butuh waktu untuk bisa menghasilkan fee based income.
Bank Ina juga berencana menggelar rights issue pada kuartal IV-2022 untuk memperkuat likuiditas tahun ini. Perusahaan membidik dana Rp 1 triliun dengan melepas 2 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham.
Tahun ini Bank Ina membidik LDR di kisaran 50% - 70%. Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu berharap LDR perseroan meningkat sejalan dengan membaiknya perekonomian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News