Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengkaji aturan kewajiban permodalan untuk konglomerasi lembaga keuangan (LK). OJK akan mengeluarkan aturan minimum modal untuk konglomerasi keuangan pada kuartal III-2015.
Sementara, aturan minimum modal konglomerasi keuangan akan berlaku mulai awal tahun 2016. OJK akan menentukan besaran modal secara berbeda-beda untuk setiap konglomerasi lantaran setiap lembaga keuangan memiliki risiko dan aspek masing-masing.
Aturan modal konglomerasi ini memakai skema building block. Gambarannya, OJK akan menentukan modal dengan melihat risiko secara individual dari masing-masing anggota konglomerasi. Managing Director Bank Mega, Indivara Erni mengungkapkan, pihaknya telah melakukan uji coba terkait profil risiko sebagai persiapan kewajiban modal konglomerasi LK.
Menurut Indivara, kewajiban modal konglomerasi keuangan yang selama ini dilakukan, mengacu pada penilaian industri perbankan. Konglomerasi keuangan di Mega Corpora memiliki entitas utama induk usaha Bank Mega.
Namun secara struktural, Bank Mega tidak memiliki kepemilikan saham pada perusahaan relasi atawa sistem company yang ada di Mega Corpora lainnya seperti perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan dan juga perusahaan efek.
Menurut Indivara, menyamakan cara penilaian risiko di masing-masing lembaga jasa keuangan seperti asuransi, perusahaan pembiayaan dan juga perusahaan efek, memiliki kesulitan tersendiri. Sebab, hampir 90% Peraturan OJK (POJK) merupakan kebijakan menyangkut perbankan. Padahal, tidak semua LJK merupakan lembaga keuangan perbankan.
Indivara menuturkan, kesulitan tersebut terjadi di empat pilar seperti tidak seluruh lembaga jasa keuangan memiliki struktur board of directors (BoD) yang lengkap. Selain itu, tidak semua LJK seperti perusahaan asuransi, terbiasa dengan satuan kerja management risiko (SKMR).
"Ini perlu dibentuk dan pembentukan SKMR seperti pada perusahaan asuransi membutuhkan waktu dan sumber daya manusia. Menyamakan cara penilaian risiko di masing-masing LJK, adalah hal yang susah, karena tidak semua LJK adalah bank," ucapnya, Rabu (10/6).
Kesulitan lain adalah pengukuran reputasi. Indivara bilang, pengukuran reputasi pada industri perbankan mudah dilakukan seperti melalui komplain nasabah. Sedangkan bagi industri lain seperti asuransi, perusahaan pembiayaan dan juga perusahaan efek, bukanlah hal yang mudah. Ia menambahkan, pengukuran profil risiko selain di perusahaan perbankan, adalah hal yang berat.
Selain itu, terkait Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) pada konglomerasi keuangan pun, harus dilakukan perhitungan. Bank Mega, kata Indivara, melakukan penghitungan KPMM setiap bulan.
"Untuk LJK lain, terus terang saya belum mendalami karena belum ada aturannya. Kalau memang dibutuhkan, pasti harus ada setor modal, tidak ada cara lain. Tapi kami belum hitung sampai permodalan. Yang harus kami report pada akhir Desember 2015 nanti adalah profil risiko," jelas Indivara.
Indivara menuturkan, terkait manajemen risiko masing-masing LJK yang ada di Mega Corpora. Menurutnya, terdapat pengawas untuk masing-masing LJK yang ada di Mega Corpora.
"Ada pengawas masing-masing LJK sebelum sampai ke entitas utama. Ada peran dari masing-masing LJK dan Bank Mega secara individu bank. Kami harus pastikan manajemen risiko yang ada pada masing-masing entitas bisnis. Harus benar-benar diperhatikan dan diantisipasi," ujarnya.
Catatan saja, OJK tengah menghitung formula rasio kecukupan modal konglomerasi keuangan dan akan dimatangkan pada kuartal III-2015. OJK mencatat terdapat 50 lembaga keuangan yang akan menjadi konglomerasi meskipun yang teridentifikasi paling ada 16 kelompok lembaga keuangan. Porsi aset 16 konglomerasi keuangan itu mencapai 60% total aset industri jasa keuangan yang mencapai Rp 7.403 triliun per April 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News