Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menyusun beleid yang akan mengatur kewajiban modal yang harus dimiliki oleh masing-masing konglomerasi keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Darmasyah Hadad mengungkapkan, aturan kewajiban modal yang tengah dikaji OJK pada dasarnya merupakan pendekatan pengawasan OJK harus lebih terintegrasi, karena keterkaitan antara induk usaha dan anak-anak usaha dalam kaitannya di era keterbukaan ekonomi seperti sekarang ini.
Muliaman bilang, pengawasan, pembinaan dan pengaturan yang lebih terintegrasi menjadi sesuatu yang bijak. Sebab, dengan berbagai macam faktor yang berpengaruh terhadap industri keuangan maupun pertumbuhan ekonomi yang terjadi sekarang ini. Maka tidak bisa dilakukan pengawasan hanya kepada segelintir pihak. Pengawasan harus dilakukan secara bersama-sama, yaitu secara konglomerasi.
Oleh karena itu, OJK memulai pendekatan pengawasan, pembinaan dan pengaturan secara terintegrasi. OJK memang belum menentukan besaran modal konglomerasi keuangan secara grup. Namun, setiap unit yang termasuk dalam grup konglomerasi keuangan tersebut sudah memiliki aturan modal minimum yang harus dipenuhi oleh masing-masing industri. Misalnya perbankan, asuransi, maupun perusahaan pembiayaan.
"Secara unit, sudah terpenuhi modal minimum. Nah, modal minimum yang dimiliki oleh masing-masing unit atau anak usaha ini, tentu sudah memperhatikan risiko yang ada pada unit bisnis masing-masing. Kalau yang minimum ini digabung, bisa jadi itu merepresentasikan unit secara keseluruhan," kata Muliaman di Jakarta, Kamis (7/5).
Lebih lanjut Muliaman menuturkan, dalam menentukan besaran modal yang wajib dimiliki oleh konglomerasi keuangan, kemungkinan wasit lembaga keuangan akan menentukan besarannya secara berbeda-beda. Hal ini lantaran risiko satu aspek dengan aspek lainnya berbeda-beda.
Ia mencontohkan, untuk konglomerasi keuangan dengan induk usaha industri perbankan misalnya, ada yang profil risiko rasio kecukupan modal atawa capital adequacy ratio (CAR) di level 12% dan ada yang 14%.
Angka tersebut, kata Muliaman, dijadikan acuan besaran kewajiban modal, lantaran OJK tidak lagi menggunakan perhitungan CAR di level 8%. "Kami sudah tidak menggunakan profil risiko rasio kecukupan kredit 8%. Jadi yang digunakan adalah 8% plus, tergantung risiko profil masing-masing bank," jelas Muliaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News