Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menguasai pangsa pasar industri Dana Pensiun Lembaga Jasa Keuangan (DPLK). Berdasarkan data internal BNI, bank dengan sandi saham BBNI ini menguasai 25,8% dari total dana kelolaan DPLK.
Lalu Manulife sebesar 19,3%, BRI sebesar 13,9%, AIA sebanyak 8,8%, dan AXA Mandiri memiliki 8,6% pangsa pasar. Sedangkan pemain lainnya memiliki 23,7% pangsa pasar bisnis DPLK.
“Bisnis di industri (DPLK) ini masih dikuasai oleh lima besar ini. Harapannya, pelaku yang lain semakin agrefis. Kita perkumpulan DPLK terbuka untuk saling melakukan pembelajaran. Ada tantangan juga baik dari segi regulasi maupun jumlah peserta,” papar Wakil Ketua 3 Perkumpulan DPLK Saktimaya Murti pada pekan laku.
Ia menyatakan telah terjadi perubahan jumlah pelaku DPLK dari 25 penyelenggara di 2018 menjadi 23 penyelenggara di 2019 dan 2020. Seiring dengan itu, jumlah peserta DPLK juga turun dari 3,29 juta di 2018 menjadi 3,01 juta di 2019.
Baca Juga: Ini saham-saham dengan net buy dan net sell asing terbesar bulan Oktober
Di era transformasi digital sudah wajib bagi pelaku DPLK melakukan kegiatan pemasaran secara digital. Antar pelaku DPLK itu tidak ada bersaing, musuh utama di dana pensiun itu ialah perilaku konsumtif masyarakat maupun industri investasi yang lain,” tambah Sakti yang juga menjabat sebagai Pemimpin Unit DPLK BNI.
Merujuk data OJK, total aset kelolaan DPLK hingga Agustus 2020 sebesar Rp 98,57 triliun. Nilai itu tumbuh 11,28% year on year (yoy) dari posisi Agustus 2019 senilai Rp 98,57 triliun.
Sakti menilai industri ini memiliki potensi yang besar bila becermin pada data BPS pada 2019 terdapat 133,56 angkatan kerja. Terdiri dari 59,14 juta jiwa pekerja formal dan 74,42 pekerja informal.
Sedangkan rata-rata gaji Angkatan kerja pada 2019 mencapai Rp 2,9 juta. Maka dengan asumsi pesimis industri DPLK membidik 10% dari pekerja formal dan 5% dari penghasilan selama satu tahun maka potensi dana kelolaan bisa bertambah Rp 23,32 triliun per tahun.
“Asosiasi serius agar kita bisa transformasi pemasaran lebih ke arah digital. Ada dua hal yang jadi tolak ukur mulai dari SDM dari penyelenggara dan tools yang nantinya akan digunakan. Tantanganya juga diproduk, karena untuk edukasi DPLK itu tidak mudah,” papar Sakti.
Baca Juga: Dari BCA hingga BNI, aset bank-bank jumbo masih naik dua digit di kuartal III
Deputi Komisioner Pengawasan Industri Keuangan Non Bank II OJK Moch Ihsanuddin bilang setelah adanya Undang-undang BPJS, beberapa penyelenggara membubarkan diri. Ia menyarankan untuk membidik segmen menegah ke atas sehingga tetap kebagian pasar.
Selain itu, Ia menilai pandemi Covid-19 telah mempercepat adaptasi digital. Ia meminta pelaku DPLK untuk bisa memasarkan dan mengikuti tren digital ini.
“Dari 25 DPLK saat ini ternyata baru 4 DPLK yang punya situs sendiri, sebanyak 21 punya kanal dan situs milik pendiri. Oleh karena itu, memang perlu adanya DPLK perlu bangun platform sendiri dan eksis di setiap media sosial termasuk punya website sendiri,” ujar Ihsanuddin.