Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menaikkan rasio pencadangan pada kuartal III 2019 meskipun rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perseroan mengalami perbaikan. Hal itu ditujukan untuk mengantisipasi siklus perlambatan kondisi makro ekonomi ke depan.
BNI melakukan pencadangan sebesar Rp 15,07 triliun pada kuartal III tahun ini atau dengan rasio pencadangan sebesar 159,2 % atas NPL sebesar Rp 9,46 triliun. Sedangkan pada triwulan III tahun 2019, perseroan hanya mengalokasikan pencadangan Rp 14,06 triliun atas NPL sebesar Rp 9,19 triliun atau dengan rasio 152,9%.
Sementara rasio kredit bermasalah BNI tercatat mengalami perbaikan. Per September 2019, rasio NPL tercatat sebesar 1,8%, stabil dibandingkan posisi Juni , namun membaik dari posisi pada periode yang sama tahun lalu sebesar 2%. Rasio kredit beresiko juga turun dari 8,7% menjadi 8,6% pada triwulan III 2019.
Baca Juga: NPL meningkat, laba BRI hanya tumbuh 5,4% di kuartal III-2019
Pencadangan yang dilakukan salah satunya untuk kredit terhadap Duniatex Group. Bank ini memiliki eksposur kredit senilai Rp 459 miliar kepada Duniatex Group yang terdiri dari utang kredit bilateral Rp 158 miliar dan utang sindikasi Rp 301 miliar.
Enam entitas Duniatex Group tengah telah masuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan Semarang. Meski begitu, status kredit BNI ke Duniatex Group masih berada di level kolektibiltas 2 atau satu level sebelum masuk kategori NPL.
"Kami sudah lakukan pencadangan 27% terhadap kredit Duniatex ini. Saat ini, kami juga sudah daftarkan tagihan atas PKPU," kata Direktur Bisnis Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk Putrama Wahju Setyawan, Rabu (23/10).
Baca Juga: Kredit melandai, bank getol simpan dana di surat berharga
Meningkatnya pencadangan tersebut tentu menggerus perolehan laba bersih perseroan. Kuartal III 2019, BNI hanya mampu mencatatkan net profit tumbuh 4,7% menjadi Rp 12 triliun. Pertumbuhannya tersebut melambat dari periode yang sama tahun lalu yang masih tumbuh 12,6%.
Namun, Aria Bimo, Direktur Keuangan BNI mengatakan, perlambatan pertumbuhan laba bersih itu utamanya disebabkan oleh kenaikan biaya dana (Cost of fund/CoF) yang harus ditanggung perseroan masih tinggi di tengah likuiditas yang cukup ketat di pasar.
“Faktor utamanya adalah cost of fund yang masih tinggi. Likuiditas di market cukup ketat, bahkan pemerintah juga bersaing di pasar lewat surat berharga negara ritel,” katanya.
Baca Juga: Kartu debit BNI ketinggalan, bisa tarik dana di ATM dengan BNI mobile banking
Untuk mendorong perolehan laba sampai akhir tahun, BNI akan fokus memperbaiki biaya dana. Caranya, mendorong penghimpunan dana murah (Current Account Saving Account/ CASA) dan menurunkan deposito. Dengan begitu, perseroan bisa mencapai target laba bersih tumbuh di kisaran 5%-8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News