kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank pelat merah dibayangi lonjakan kredit macet


Minggu, 06 September 2020 / 21:17 WIB
Bank pelat merah dibayangi lonjakan kredit macet
ILUSTRASI. Nasabah mencoba salah satu aplikasi digital Bank Mandiri


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai kelompok yang paling besar melakukan restrukturisasi kredit pandemi, bank-bank perlat merah kini turut menghadapi risiko lonjakan kredit macet. 

Catatan terakhir yang dihimpun KONTAN, empat bank pelat merah setidaknya telah merestrukturisasi kredit Rp 458,7 triliun. Nilai tersebut bahkan telah mencapai 50% lebih dari catatan restruktutrisasi bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pertengahan Agustus 2020 yang mencapai Rp 857 triliun. 

Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Ahmad Siddik Badruddin telah menaksir adanya potensi gagal bayar dari beberapa debiturnya yang menerima restrukturisasi sesuai ketentuan POJK 11/2020. Terlebih saat ketentuan tersebut dicabut pada Maret 2021 mendatang. 

Baca Juga: 17 proyek apartemen jadi penyumbang terbesar kenaikan NPL Bank BTN

“Kami memproyeksikan 7%-8% debitur yang direstrukturisasi akibat pandemi akan mengalami gagal bayar dan status kredit akan menjadi NPL, sejak awal debitur ini memang kami kategorikan berisiko tinggi,” katanya kepada KONTAN, Kamis (3/9).

Hingga 13 Agustus 2020, bank berlogo pita emas ini tercatat telah merestrukturisasi kredit terimbas pandemi senilai Rp 119,3 triliun kepada 545.692 debitur. Nilai tersebut setara dengan 15,8% kredit perseroan per Juni 2020 senilai Rp 871,7 triliun. 

Adapun segmen wholesale mendominasi nilai restrukturisasi kredit sebesar Rp 61,7 triliun dengan hanya 143 debitur. SEdangkan sisanya berasal dari segmen UMKM senilai RP 32,6 triliun dari 324.085 debitur, dan ritel senilai Rp 25,0 triliun dari 221,464 debitur.

“Sampai akhir tahun kami proyeksikan NPL kami akan berada di kisaran 3,5%-3,6%, kemudian pada saat POJK 11/2020 berakhir Maret 2021, dengan potensi 7-8% debitur restrukturisasi akan turun jadi NPL, maka akan ada tambahan sekitar 1,5%-2% terhadap NPL,” sambung Siddik.

Siddik menambahkan guna memitigasi risiko, meski tak diwajibkan OJK, perseroan tetap membentuk pencadangan terutama bagi debitur terimbas pandemi berisiko menengah hingga tinggi yang porsinya mencapai 40% dari nilai restrukturisasi. 

Hal senada juga disampaikan oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang menaksir dari 6% kredit yang direstrukturisasi akibat pandemi diprediksi akan mengalami gagal bayar sehingga menambah tinggi rasio kredit macet perseroan. 

Hingga akhir Juni 2020, bank berlogo angka 46 ini tercatat telah menyetujui restrukturisasi Rp 119,2 triliun. adapun proyeksinya akan ada kredit senilai Rp 146,67 triliun yang direstrukturisasi. Nilai tersebut utamanya bakal didominasi sektor korporasi dengan nilai Rp 51,19 triliun. Hingga akhir tahun, perseroan pun menaksir akan terjadi peningkatan NPL hingga level 4,5%.




TERBARU

[X]
×