Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bisnis bank syariah memang sedang naik daun. Tetapi, kenaikan ini tak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja. Pengelola bank syariah mengaku kewalahan mencari sumber daya yang mumpuni. Bajak-membajak pegawai makin sulit dihindari. Tak heran jika perpindahan alias turn over tenaga kerja di bank syariah sangat tinggi.
Edy Setiadi, Direktur Kepala Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), menuturkan, turn over pegawai di perbankan syariah terus meningkat. Jika diambil rata-rata, tingkat perpindahan pegawai mencapai 5% di 2009, lalu meningkat menjadi 10% di 2010. Hal yang sama juga berlangsung di multifinance dan asuransi syariah, dengan intensitas lebih kecil. "Artinya kebutuhan pegawai terus meningkat sedangkan pasokannya terbatas," katanya.
Ketimpangan itu memang terlihat jelas dalam lima tahun terakhir ini. Jumlah tenaga kerja di bank umum syariah (BUS) meningkat lima kali lipat, sementara di unit usaha syariah (UUS) dua kali lipat. Sampai Juni 2012, BUS mempekerjakan hingga 22.179 orang, melonjak 400,1% sejak tahun 2007. Sedangkan UUS memiliki pegawai 2.575 orang atau naik dua kali lipat.
Berdasarkan rasio total aset per pekerja BUS dan UUS hingga akhir tahun lalu, satu orang pegawai mengelola aset rata-rata Rp 6,09 triliun. Sementara pada periode yang sama, jumlah pegawai bank umum mencapai 424.014 orang atau mengelola aset rata-rata Rp 8,61 triliun. "Pekerja di BUS dan UUS tumbuh 38,1% dalam empat tahun terakhir, kalah dari pertumbuhan aset," imbuh Edy.
Menurut Achmad K. Permana, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), pekerja di perbankan syariah bukan cuma minim dari sisi kuantitas, juga terbatas kualitasnya. Maklum, pekerjanya tidak sekadar paham tentang bank, juga harus mengerti prinsip syariahnya.
Tak heran, praktik bajak-membajak pegawai kerap terjadi. Alasannya, disparitas antara pasokan dan kebutuhan tenaga kerja terlalu lebar. "Selain itu, muncul mitos bahwa tidak banyak sarjana yang mau masuk ke syariah karena bisnisnya kelewat spesifik dan remunerasi tidak menarik," kata Kepala UUS Permata Syariah ini.
Sedangkan di BRI Syariah (BRIS), keluar-masuk pegawai sudah tidak menjadi masalah besar. Sebab, klaim Lukita, Coporate Secretary BRIS, sistem rekrutmen dan kaderisasi berjalan baik. Anak usaha Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini memiliki program IMBA alias Islamic Micro Banking Academy. Proyek ini kerjasama BRIS dengan perguruan tinggi. "Kami juga punya progran officer development program (ODP) untuk level officer," kata Lukita.
Untuk mengatasi bajak-membajak, Asbisindo bakal menggiatkan sertifikasi bankir syariah. Tidak hanya itu, asosiasi juga akan menyusun nota kesepahaman dan kode etik dalam mengatur rekruitmen.
Saat ini, Permana mengungkapkan, 50% pekerja di perbankan syariah berasal dari bank umum. Hanya sekitar 30% yang punya pengetahuan khusus syariah. "Dari total pekerja, cuma 10% yang lulusan syariah," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News