Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Rights issue atau penerbitan saham baru menjadi aksi trendi di perbankan. Aksi korporasi ini bertujuan memenuhi aturan lisensi berjenjang, agar bisa menggarap bisnis yang lebih luas dan memperkuat permodalan demi meningkatkan ekspansi kredit.
Terbaru, Bank Internasional Indonesia (BII). Kemarin (27/6), pemegang saham bank miliki ini menyetujui rencana rights issue sebesar Rp 1,5 triliun. Hajatan ini akan dilakukan bulan depan. Manajemen BII menghitung, aksi korporasi ini akan meningkatkan modal inti menjadi Rp 9,7 triliun. Capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal akan terdongkrak dari 13,2% jadi 15%.
Presiden Direktur BII, Dato’ Khairussaleh Ramli, mengatakan pemegang saham sudah berkomitmen menambah saham BII agar tetap mampu menyalurkan kredit dengan baik. Maklum, kebutuhan kredit masih tinggi, karena rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) berkisar 31%. Berbeda jauh dengan beberapa negara di kawasan yang sudah menyentuh 100%. "Setiap tahun kami berharap kredit bisa tumbuh sesuai pertumbuhan industri, sehingga kami perlu permodalan yang kuat agar bisa mencapai target tersebut," ujarnya.
Mempertahankan bisnis
Berdasarkan catatan KONTAN, ada beberapa bank yang berencana rights issue tahun ini. Yakni, Bank BRI Agro dengan target dana Rp 450 miliar, Bank Mayapada Rp 300 miliar, QNB Kesawan sekitar Rp 649,13 miliar, ICB Bumiputera Rp 350 miliar, Bank Bukopin sebesar Rp 1,5 triliun - Rp 2 triliun dan Bank Windu Kencana.
Pengamat Perbankan, Mirza Adityaswara, mengatakan penambahan modal merupakan hal yang wajib dilakukan, sebab perbankan merupakan industri padat modal. Setiap kali menyalurkan kredit, CAR bank akan tergerus. "Modal semakin kecil, maka ekspansi semakin terbatas. Sekarang merupakan momentum perbankan guna menggenjot kredit, jika tidak sekarang, pangsa pasar perbankan akan diambil bank-bank asing yang akan masuk setelah diberlakukannya pembukaan pasar," ujarnya.
Selain itu, bank perlu menambah modal agar bisa mempertahankan bisnis yang sudah mereka garap. Dalam aturan lisensi berjenjang, bank mengelompokkan bank berdasarkan modal inti dan menyesuaikan bisnis dengan modal mereka. Jika bank tidak menambah modal, maka bisnis yang tidak sesuai harus ditutup. Hal ini berarti kerugian bank.
Direktur Utama Bank Bukopin, Glen Glenardi, mengatakan penambahan modal perlu dilakukan. Di masa mendatang, perbankan harus memenuhi berbagai aturan yang dikaitkan modal inti. Salah satunya, aturan Basel III. "Aturan ini menuntut modal yang lebih murni bukan modal hibrid," ujarnya.
Basel III mensyaratkan, modal inti minimum 6% dari sebelumnya 4%. Common Equity atau core tier 1 naik bertahap dari 2% jadi 4,5%. Capital conservation buffer atau modal yang dapat ditarik untuk menyerap kerugian meningkat menjadi 2,5% dan countercyclical capital buffer (CCB) menjadi 2,5% dari common equity. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News